Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

Air Tanah di Jakarta

AIR DI JAKARTA: POTENSI SUMBER DAYA AIR YANG HILANG
Oleh: Ahmad Munir, Pendiri Kedoe Institute
 
1.      Pendahuluan
Air dikatakan sebagai sumber daya, jika keberadaanya dapat menjadi pendukung bagi kebutuhan warga DKI Jakarta. Air yang lebih banyak dimanfaatkan warga DKI Jakarta adalah air tanah. Lebih dari 60% Warga DKI Jakarta memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sisanya sekitar 40% dipenuhi dengan memanfaatkan air permukaan.
Pemanfaatan air dari sumber air tanah bukan tanpa risiko. Air tanah di Jakarta tidak semuanya dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan, terutama air tanah dangkal. Sehingga air tanah yang lebih banyak dimanfaatkan adalah air tanah dalam. Air tanah dalam dimanfaatkan untuk memnuhi kebutuhan air di gedung-gedung perkantoran, juga perumahan-perumahan warga.
Permasalahan dari bahasan di atas, apakah air di Jakarta layak dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan warga? Begaimana kondisi pemanfaatan air yang aktual yang dimanfaatkan warga Jakarta? Bagaimana pola pemanfaatan air yang ideal bagi warga Jakarta?
 
2.      Pembahasan
a.      Keberadaan Air
Air sebagai sumber daya alam, tidak lagi menjadi barang gratis, yang tersedia melimpah tanpa batas, dan dapat diakses dengan mudah kapan saja dan di mana saja. Kondisinya sejak tahun 2000-an, air sudah tidak dapat disebut barang gratis. Untuk mendapatkan air, tidak saja biaya besar yang dibutuhkan, akan tetapi juga kelangkaan untuk mendapatkan sumber-sumbernya juga sudah terjadi. Air di Perkotaan bahkan menghadapi masalah yang lebih serius. Sumber air baik air permukaan maupun air tanah menghadapi banyak masalah. Sumber air baku dari air permukaan sering didapati dalam kondisi tidak layak, sedangkan sumber air tanah dalam kondisi tercemar atau terpengaruh intrusi air laut. Kondisi ini semakin menguatkan pandangan bahwa air sudah bukan lagi barang gratis.
Secara temporal, keberadaan air juga tidak sama. Saat musim kemarau banyak daerah mengalami kekeringan, akibatnya pasokan air menurun dan terjadi krisis air di banyak daerah. Sedangkan pada musim penghujan, air tersedia melimpah dari sumber air hujan, namun tidak dapat dioptimalkan menjadi cadangan sumber daya, yang dapat dimanfaatkan pada saat kekurangan. Jadi secara temporal, keberadaan air masih mengandung permasalahan, yang hendaknya diselesaikan dengan pola manajemen sumber daya air yang optimal.
Secara kepemilikan, air juga tidak lagi menjadi barang publik, yang tanggung jawabnya secara kolektif. Akan tetapi, air mulai masuk dalam ranah privatisasi. Tidak sedikit sumber air, yang mulai dikuasi korporasi, atau kelompok masyarakat tertentu. Padahal, secara konstitusi air menjadi barang yang dikuasai Negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kemakmuran warga Negara.
b.      Kondisi Aktual Air di Jakarta
Kondisi aktual air di Jakarta tergambar dari air permukaan dan air tanah. Kondisi air permukaan meliputi air perpipaan, air dalam danau dan situ, dan air kemasan dari daerah luar.
Air di Jakarta menjadi barang yang berharga. Air sudah menjadi sumber daya yang sangat berharga. Pertama, karena air menjadi sumber daya yang langka. Kedua, biaya untuk memperoleh air, baik biaya transportasi atau biaya pengolahannya sudah sangat mahal. Jadi secara ekonomis, air sudah menjadi barang yang sangat mahal. Untuk air isi ulang, satu gallon dihargai setara dengan harga bensin hamper 1 liter. Rata-rata harga galon isi ulang, kisaran Rp 6000 belum termasuk biaya angkut.
Tahun 2015, kebutuhan air bersih warga Jakarta dipenuhi dari luar daerah 81% dari Waduk Jatiluhur Purwakarta, 14% dari Tangerang dan 5% dari Kali Krukut. Pengolahan air limbah menjadi air bersih masih di bawah 5% (Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015). Ancaman kekeringan dan krisis air, jika pasokan air di Jakarta berkurang. Kondisi ini juga berdampak pada penurunan pasokan air untuk kebutuhan lahan pertanian di daerah Karawang, Bekasi, Subang dll. Tantangannya masih pada bocornya pipa distribusi dan pasokan air baku yang menurun.


Terus Ancam Jakarta dan Kian Hari Tambah Gawat 
Kuantitas dan kualitas air Jakarta terus turun. Selain cadangan air tanah semakin terkuras, sebagian air sumur juga tercemar bahan-bahan organik dan anorganik.
Masalah air di Jakarta kian hari kian gawat. Penduduk semakin sulit memperoleh air bersih dan sehat. Selain air tanahnya yang tercemar, Jakarta yang dihuni hampir 12 juta jiwa ini juga punya masalah serius, ketersediaan air tanah di beberapa wilayah. Sedangkan pelayanan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya belum maksimal. Kebutuhan air bersih yang bisa dipenuhi dari air PAM Jaya hanya 51 persen, sisanya sebesar 49 persen dipenuhi air bawah tanah dan air permukaan.
Krisis ketersediaan air tanah terjadi karena warga Jakarta memanfaatkan air tanah secara berlebihan. Pada saat bersamaan, jumlah sumur bor yang menyedot air tanah hingga kedalaman puluhan meter terus bertambah seiring dengan tumbuhnya kawasan industri. Kondisi ini diperparah oleh kontrol yang lemah. Pengambilan air tanah secara besar-besaran akan berdampak pada kekosongan air dalam tanah. Akibatnya, permukaan tanah bisa semakin menurun dan cadangan air tanah menipis.
Akibat lainnya, pada musim kemarau, warga juga harus bersiap-siap memperdalam sumurnya untuk memperoleh air tanah. Atau harus mengganti pompa air baru agar bisa menyedot air tanah.
Berdasarkan data Dinas Pertambangan DKI Jakarta tahun 2004, yang masuk zona sangat kritis adalah kawasan dengan kedalaman muka air tanah lebih dari 16 meter dengan fluktuasi muka air tanah lebih dari delapan meter. Sedangkan zona kritis yang memiliki kedalaman muka air tanah 12-16 meter dengan fluktuasi muka air tanah 6-8 meter. Daerah yang masuk zona kritis, dan sangat kritis, antara lain Cempaka Putih, Johar Baru, Senen, Tanah Abang di Jakarta Pusat; Kembangan, Kebon Jeruk di Jakarta Barat; Setiabudi, Kebayoran Lama, Tebet, Pasar Minggu, Jagakarsa di Jakarta Selatan; dan Duren Sawit, Makassar, Cipayung, Ciracas, Pasar Rebo di Jakarta Timur.

Daerah yang tergolong zona rawan dan sangat rawan antara lain Cengkareng, Petamburan, Kebon Jeruk, Kembangan, Taman Sari, dan Gambir. Selain itu, Menteng, Setiabudi, Matraman, Johar Baru, Pulo Gadung, dan Cakung.
Krisis air tanah terjadi antara lain karena air hujan yang turun tidak bisa terserap dalam tanah. Akibatnya, sebagian besar air hujan mengalir di permukaan tanah (run off), dan selanjutnya mengalir ke sungai. Banyaknya lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) yang dikonversi menyebabkan minimnya penyerapan air ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke tanah akan langsung terbuang ke laut.
Pada tahun 2000, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta mencatat, luas RTH di Jakarta hanya 18.180 hektar atau 28 persen dari luas wilayah DKI. Padahal, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1998 tentang Penataan RTH di Wilayah Perkotaan harus mencapai 40 persen dari seluruh luas wilayah. Menambah RTH di Jakarta bukan pekerjaan gampang karena banyak area yang sudah terbangun.
Menurut Neraca Keseimbangan Lingkungan Hidup Daerah (NKLHD) 2001, luas wilayah Jakarta 661 kilometer persegi dengan luas areal yang sudah terbangun sebanyak 92 persen.
Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan DKI, potensi curah hujan di wilayah DKI Jakarta sebesar tiga miliar meter kubik. Dari potensi itu, 64 persen di antaranya mengalir ke permukaan tanah dan 25 persen meresap ke dalam akuifer bebas. Total potensi air tanah dalam sebesar 77 juta meter kubik. Buruknya kualitas air tanah dan berkurangnya air yang meresap ke dalam tanah menyebabkan potensi cadangan air tawar tidak bisa dimanfaatkan sepenuhnya.
Untuk mengisi kembali air tanah sebagai cadangan air, tampaknya perlu dilakukan gerakan pembangunan sumur resapan air hujan di perumahan atau permukiman. Selain di pekarangan rumah penduduk, sumur resapan dapat dibangun di taman permukiman, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya.
Sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk menampung, meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah. Dengan adanya sumur resapan, air hujan bisa lebih efektif terserap ke dalam tanah. Selain itu, upaya memperbanyak ruang terbuka dan resapan air, khususnya di kawasan bercurah hujan tinggi, amat diperlukan sebagai jalan keluar. Ini pun dinilai baru efektif apabila didukung kebijakan pemerintah daerah. 
Kualitas air tanah
Selain kuantitas air yang menurun, kualitas air tanah yang dikonsumsi warga juga semakin buruk. Hasil klasifikasi Indeks Pencemaran (IP) di 48 sumur yang tersebar di lima wilayah menunjukkan 27 sumur tercatat cemar berat dan cemar sedang dan 21 sumur lainnya terindikasi cemar ringan dan dalam kondisi baik.
Wilayah yang mempunyai kualitas air paling jelek adalah Jakarta Utara. Tujuh dari delapan sumur yang dipantau di wilayah ini masuk kategori cemar berat dan sedang. Pada umumnya wilayah ini digunakan untuk pemukiman kawasan industri dan permukiman padat. Adapun wilayah yang kualitas airnya masih cukup baik adalah Jakarta Selatan. Di wilayah ini umumnya digunakan untuk permukiman teratur.
Hasil pemantauan juga menunjukkan 67 persen sumur mengandung bakteri coliform dan 58 persen mengandung fecal coli melebihi baku mutu. Bakteri ini biasanya berasal dari air buangan rumah tangga, sungai, atau septic tank. Bakteri penyebab diare, sakit perut, muntah, dan mulas-mulas ini merembes dari permukaan tanah ke dalam air resapan dengan gampang. (Kompas)

Jakarta (ANTARA News) - Program gerakan kepedulian terhadap air tanah yang dicanangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada Selasa siang, menawarkan konsep 5R yakni reduce (menghemat), reuse (menggunakan kembali), recycle (mengolah kembali), recharge (mengisi kembali), dan recovery (memfungsikan kembali).

"Konsep 5R ini diharapkan bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari," kata Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Peni Susanti dalam acara pencanangan Gerakan Peduli Sumur Resapan "Selamatkan Air Tanah Jakarta".
Ia menjelaskan, konsep penghematan 5R minimal 20 liter per hari per orang, "Gunakan air secukupnya."
"Kita mendesak agar masyarakat menggunakan air bekas untuk keperluan yang tidak membutuhkan air bersih misalnya menyiram taman dan mencuci kendaraan," kata Peni.
Lebih lanjut konsep recycle adalah mengolah air limbah menjadi air bersih dengan menggunakan metode kimiawi sehingga layak digunakan lagi.
Sementara konsep recharge atau mengisi kembali, masih kata Peni, adalah konsep memasukkan air hujan ke dalam tanah dan ini dapat dilakukan dengan cara membuat sumur resapan.
Dan konsep recovery yakni memfungsikan kembali tampungan-tampungan air dengan cara melestarikan keberadaan situ serta danau.
Data Pemprov DKI Jakarta mencatat saat ini sumur resapan yang sudah dibangun baru mencapai 37.840 titik atau sekitar 16,71 persen dari total kebutuhan 226.466 titik.
Setiap tahunnya permukaan tanah di Jakarta turun 0,8 cm, sehingga kini ketinggiannya tinggal 0-10 meter di atas permukaan laut. Di sisi lain, terjadi kenaikan permukaan air laut 0,57 cm per tahun.
Air tanah Jakarta pun terus terancam, karena setiap tahun air tanah turun. Sekitar 87 persen di antaranya diakibatkan oleh gedung bertingkat dan 13 persen sisanya disebabkan oleh pengambilan air tanah yang tak terkendali.


This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free