Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

Perencanaan Penggunaan Tanah

KLIPING
SENGKETA TANAH MAKAM MBAH PRIOK
DAN KAITAN DENGAN UNDANG – UNDANG PENATAAN RUANG DAN BENDA CAGAR BUDAYA
 

 
 
disusun oleh:
oleh: Ahmad Munir, 0706265150
 
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2010
 
A.    Pendahuluan
Tulisan ini mencoba menelaah kasus sengketa tanah mbah priok dengan pendekatan Undang-Undang Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007) maupun Undang-Undang Benda Cagar Budaya (UU No. 5 Tahun 1992). Serta menjelaskan kronologis sengketa tanah dan jaminan hak bagi pemilik maupun makam sebagai benda cagar budaya. Juga akan memuat analisis penulis terhadap permasalahan yang terjadi.
B.     Pembahasan
Pada kasus mbah priok, ada pihak-pihak yang tidak taat azaz. Undang-undang Penataan Ruang Pasal 2 menyebutkan azaz penataan ruang antara lain; a). keterpaduan; b). keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c). keberlanjutan; d). keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e). keterbukaan; f). kebersamaan dan kemitraan; g). pelindungan kepentingan umum; h). kepastian hukum dan keadilan; dan i). akuntabilitas. Kritik tajam dalam hal ini sebenarnya lebih berlaku untuk pemerintah sebagai pihak yang mengatur. Tidak adanya kebersamaan dan kemitraan yang baik dari pihak pemerintah dan PELINDO II menyebabkan masyarakat juga tidak bisa kompromi. Apalagi pihak pemerintah dan PELINDO langsung melakukan eksekusi dengan tidak memberikan pencerdasan dan sosialisasi secara mendalam mengingat makam merupakan tempat umum, tentu hal ini berpengaruh besar pada asumsi bahwa pihak pemerintah benar-benar tidak mau bermitra secara baik dengan masyarakat.
Di samping itu, azaz perlindungan kepentingan umum termasuk yang tidak diperhatikan oleh pemerintah dan pihak PELINDO II. Makam mbah priok, dilihat dari kegunaannya merupakan tepat umum yang bersejarah. Apalagi tempat ini sekarang menjadi tempat berziarah sebagian warga muslim untuk mendoakan ulama, maka dipastikan dalam proses eksekusi ini pihak pemerintah termasuk yang tidak memperhatikan kepentingan umum.
Dari aspek tujuan, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Kasus eksekusi makam mbah priok marupakan salah satu posisi yang tidak mengindahkan keempat aspek tujuan di atas. Tujuan ekonomi yakni produktivitas menjadi bahan pertimbangan utama. Pemerintah mendasarkan pada produktivitas lahan yang akan dihasilkan, jika kompleks pemakaman mbah priok bisa dijadikan pelabuhan internasional.
 

Kerusuhan Priok

JAKARTA – Sejak pascabentrok Rabu (14/4) lalu, kondisi warga yang menjadi korban nyaris luput dari pemberitaan media. Hampir semua media memberitakan tentang korban Satpol PP, ataupun ucapan belasungkawa Gubernur dan Presiden. Kondisi itu, tentu menyebabkan spekulasi, jika warga Tanjung Priok adalah warga yang kejam dan sadis yang tidak perlu diberitakan.
Hal itu dikemukakan R Hamdani saat jumpa pers bersama beberapa warga yang menjadi korban bentrokan sengketa tanah Makam Mbah Priok tersebut. Menurutnya, gencarnya pemberitaan media adalah pemberitaan sebelah saja. “Korban masyarakat dan anak-anak warga Tanjung Priok adalah warga yang kejam dan sadis yang tidak perlu diberitakan, seakan-akan warga Tanjung Priok musuh pemerintah,” kata Hamdani, kepada wartawan, di Koja, Jakarta Utara, Ahad (18/4).
Padahal, lanjutnya, semestinya, warga yang menjadi korban Tanjung Priok itulah yang mendapatkan perhatian. Baik itu berupakan korban jiwa, korban luka-luka maupun korban harta benda.
Beberapa korban yang sedang bersama Hamdani mengungkapkan rasa kesalnya kepada pemerintah, terutama pihak Rumah Sakit Koja. Mereka mengaku, saat mereka dirawat di RS Koja, tiba-tiba meskipun belum pulih mereka dipaksa pulang. “Saya diusir. Padahal saya belum sembuh, bahkan, masih sangat sakit,” kata Soleh (25), warga Jalan Lagoa, no 9, RT 11/4, kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja.
Soleh mengalami luka-luka di bagian kepala, pelipis mata hitam, dada dan pipi. Luka-luka, kata Soleh, disebabkan pukulan Satpol PP. Soleh mengaku, tidak ikut bentrok. Dia mengaku, hanya mengirim air ke warga yang ada di makam sekitar pukul 11.00 WIB. “Tiba-tiba sepulang dari makam, di dekat masjid saya diamuk sama satpol PP,” akunya.
Saat mengantarkan air itu, kata Soleh, dia tidak sendirian. Tetapi, sedang bersama 5 orang temannya, yakni Erwin (25), Amin (25), Dino (24), Gondrong (28) dan Supriyanto (59). Namun, dari 6 orang itu, Supriyanto merupakan korban yang lukanya paling parah. “Dia sekarang di RSCM. Kalau melihat kondisinya, ia bisa buta permanent. Tapi semoga tidak,” kata Muslim Arbi, anak Supriyanto, menyesalkan pemukulan Satpol PP pada warga yang tidak bersalah itu.
Menurut mereka, Supriyanto ditangkap Satpol PP, dipukul sekujur tubuhnya, termasuk matanya, sehingga kacamatanya pecah dan masuk ke dalam mata. Akibatnya, mata Supriyanto harus dioperasi.
Dalam pantauan Republika, Soleh, Erwin dan Amin yang juga ikut dalam jumpa pers tersebut betul-betul mengalami luka-luka. Sebagian besar luka mereka terdapat di bagian kepala dan punggung.
Muslim juga mengaku, tidak hanya mereka saja korban kekerasan Satpol PP itu. Selain mereka, ada juga Bayu Listiyanto (14) yang saat ini dalam keadaan kritis di RS Koja. Bayu, kata Muslim, mengalami luka di punggung akibat diseret Satpol PP. Selain itu, kepalanya juga luka-luka akibat dipukuli
Red: Taufiqqurachman Bachdari sumber: (http://republika.co.id)
   

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Dalam sebuah Negara yang demokratis, masyarakat merupakan mitra pemerintah dalam melakukan pembangunan. Dengan demikian, hak-hak masyarakat harus diperhatikan. Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a). mengetahui rencana tata ruang; b). menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c). memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d). mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya.
Dari perintah undang-undang di atas dan dikaitkan dengan kasus yang terjadi pada makam mbah priok menunjukkan tidak adanya jaminan terhadap hak-hak masyarakat. Hak masyarakat untuk menikmati pertambahan nilai dari rencana pembangunan pelabuhan internasional. Tidak ada jaminan pertambahan nilai yang bisa didapatkan oleh warga masyarakat, jika rencana pembangunan pelabuhan berjalan normal. Dalam hal ini pula, protes merupakan hak masyarakat yang secara tidak langsung menunjukkan sikap keberatan kepada pihak pemerintah. Dikarenakan ini merupakan hak, maka mestinya pemerintah tidak melakukan intervensi apapun terhadap masyarakat.
Secara umum, makam mbah priok masuk dalam cagar budaya, berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1992. Dengan demikian, terdapat kewajiban pada pihak PELINDO maupun pihak ahli waris untuk menyerahkan wewenang pengelolaan cagar budaya ini pada Negara. Namun, pada kasus sengketa tanah mbah priok, benda cagar budaya bukan menjadi objek utama, melainkan kepemilikan lahan yang menjadi objek utama. Disamping itu, belum ada indikasi pihak keluarga melaporkan status benda tersebut menjadi cagar budaya.
Kasus sengketa tanah mbah priok juga menyangkut keyakinan dan kepercayaan sebagaian umat Islam di Jakarta. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam menyelasaikan persengketaan tidak berdasarka pada asas kemitraan.
Tentang Pihak Pelindo II
            Dalam beberapa keterangan yang disebutkan oleh pihak Pelindo II, bahwa mereka memperjuangkan hak atas kepemilikan tanah yang mereka kuasai.Dalamketeranganya pula dijelaskan bahwa pihak Pelindo II pernah memberikan ganti rugi yang pertama dan mereka tidak akan memberikan ganti rugi yang kedua. Pihak pelindo juga tidak keberatan ada lahan khusus untuk makam Mbah Priuk. Keberadaan makam tidak akan mengganggu aktivitas pelabuhan. (Kompas, 20 April 2010). Sementara itu, pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta mengatakan pihaknya sedang menyelesaikan master plan untuk makam mbah priok.
Mengutip dari pernyatan Sosiolog UI dalam diskusi terbuka tentang kasus Mbah Priuk bahwa Hukum tidak berada di ruang Kosong, tetapi berada di Masyarakat yang mempunyai situasi tertentu. Selama pelanggaran hokum terjadi pada level pimpinan di negeri ini hingga ke lapisan terbawah, maka sulit menegakkan hokum begitu saja. Pernyataan ini tentu sangat bervariasi bagaimana jika seseorang level pimpinan Negara juga sedang melakukan pelanggaran hukum maka susah untuk ditegakkan bagaimana hukum berjalan begitu saja.
Pihak PELINDO II dalam kasus ini hendaknya menjadi pihak yang tidak arogan. Apalagi belum ada kepastian, baik secara undang-undang maupun secara hokum tanah sebagai milik umum. Maka ambisi PELINDO II hendaknya tidak terlalu tinggi. Apalagi jika pihak PELINDO II bersedia taat pada aspek hokum, bahwa kepentingan masyarakat harus didahulukan. Maka seharusnya, kasus sengketa tidak sampai menimbulkan korban dan dapat diselesaikan secara baik melalui prinsip kemitraan.

PT Pelindo II mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 145,2 hektar di Jalan Dobo, Jakarta Utara. Klaim ini berdasarkan sertifikat Hak Pengelolaan No. 1/Koja Utara di Jalan Dobo, Kelurahan Koja, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Jakarta Utara, pada 21 Januari 1987. Sedangkan Ahli waris Mbah Priok beserta pengikutnya mengklaim bidang tanah ini milik ahli waris dan bukan milik perusahaan tersebut. Klaim dinyatakan berdasarkan Eigendom Verponding No.4341 dan No.1780. Namun setelah dilakukan penelitian kembali oleh Kantor Pertanahan Jakarta utara, dinyatakan tanah tersebut telah tertulis sebagai milik PT Pelindo II.

Kantor Pertanahan Jakarta Utara telah mengeluarkan surat tertanggal 6 Februari No. 182/09.05/HTPT tentang permintaan penjelasan status tanah makam Al Haddad. Dalam surat tersebut dinyatakan status tertulis tanah di Jalan Dobo atas nama Gouvernement Van Nederlandch Indie dan telah diterbikan sertifikan hak pengelolaan No. 1/Koja utara atas nama Perum Pelabuhan II. (Sumber: Republika Online, http://republika.co.id)
   

 

 
 
 
 
 
 
 
 

           
Namun juga tidak semestinya, jika dalam salah satu pernyataanya, ternyata pihak ahli waris meminta ganti rugi, padahal menurutnya pihak PELINDO II telah melakukan ganti rugi pada saat sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah harus benar-benar bisa menjamin kedua belah pihak merasa mendapatkan hak yang sama.
Status Kepemilikan Tanah


Kepemilikan tanah ganda yang terjadi atas perbedaan persepsi dalam pengadministrasian. Pertama pihak ahli waris yang telah lama menempati tanah tersebut, tidak mengetahui bagaimana proses perpindahan kepemilikan. Klaim ini tentunnya harus dibuktikan dengan proses penerangan dan penjelasan secara rinci, kapan status tanah berpindah tangan.
Jika kita analisis, keberadaan maka yang telah ada sekitar 2 abad yang lalu, dengan kondisi turun temurun dipelihara oleh ahli waris, tentu tidak bisa di klaim tiba-tiba. Klaim itu juga tidak bisa serta merta dijadikan alasan untuk melakukan penggusuran paksa. Disinilah pentingnya kedua belah pihak memperjelas dan membuktikan secara terbuka, dan Negara tidak boleh memihak salah satu dari posisi PELINDO II maupun Ahli Waris. Dalam hal ini, pemerintah lebih berpihak pada PELINDO II terbukti dengan adanya perintah eksekusi yang dilakukan oleh sekda dengan menunjuk satpol PP.
Tugas dan Wewenang Negara
Dalam membicarakan tugas dan wewenang, tentu hal yang paling penting untuk dibahas adalah wewenang pemerintah sebagai penyelenggara Negara. Institusi Negara yang rapuh tentu akan memudahkan warganya melakukan tindakan menyalahkan fungsi wewenang. Dalam hal ini, yang menarik untuk dibahas lebih lanjut adalah proses Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai institusi pemerintah melindungi hal keduanya, dengan menjelaskan proses transaksi perpindahanya secara lengkap.
Menurut Undang-undang penataan ruang no. 26 tahun 2008, “Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dengan demikian, pendekatan kepentingan rakyat tidak boleh dilakukan dengan pendekatan institusional. Pendekatan harus berorientasi pada kepentingan rakyat secara total. Pada saat ini, rakyat merasa dirugikan karena makan tersebut merupakan situs sejarah, yang bernilai tinggi bagi masyarakat, yang menginspirasi perjuangan seorang wali Allah dalam menyebarkan agama Islam.
 

14/04/2010 - 14:27

FUI Sesalkan Penggusuran Makam Mbah Priok
Kawiyan
INILAH.COM, Jakarta - Forum Umat Islam (FUI) menyesalkan tindakan Pemda DKI Jakarta menggusur pemakaman Mbah Priok, apapun alasannya.
"Makam itu merupakan situs sejarah umat Islam Betawi dan menjadi salah satu tempat wisata ziarah," ujar Sekjen FUI Muhammad Al Khattat kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu.
Menurut Al Khatat, makam tersebut punya nilai sejarah yang mengajarkan kepada umat Islam mengenai metode penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Mbah Priok. Jadi, apapun alasannya, penggusuran makam Mbah Priok tak dapat dibenarkan.
"Janganlah demi kepentingan bisnis para kapitalis, pemerintah memberangus sejarah umat Islam," tegas Al Khattat. Alhattat mengaku dapat memahami kemarahan warga dan santri di sekitar makam Mbah Priok dalam menghadapi ratusan aparat yang brutal.
Sebab, mereka menganggap makam itu sebagai warisan budaya yang memiliki nilai sejarah. Mereka juga menganggap Mbah Priok sebagai wali. Karenanya, ia menyesalkan tindakan Pemda DKI Jakarta menggusur makam Mbah Priok. [wdh] (inilah.com).
   

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Jaminan Perlindungan Benda Cagar Budaya
Jika dipandang dari sisi pengertian Benda Cagar Budaya menurut Undang-undang No.5 Tahun 1992 sebagaimana termaktub
Benda cagar budaya adalah : benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
maka makam mbah Priok merupakan bagian dari benda cagar budaya. Kriteria benda cagar budaya, hampir semuanya dimiliki oleh makam mbah priok. Makam mbah priok merupakan benda yang secara usia telah berumur lebih dari 50 tahun, mempunyai nilai yang penting bagi sejarah local maupun ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan pada kondisi sekarang mempunyai nilai yang penting, yakni sebagai tempat ziarah warga yang merupakan amalan sunnah bagi masyarakat muslim.
              Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban baik bagi pemerintah ataupun ahli waris untuk memelihara benda tersebut. Terlepas jika yang dipersengketakan merupakan lahan lain seluas 4,2 hektare sementara kompleks makam tidak mencapai ukuran tersebut, namun tetap menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk memelihara makam tersebut, sebagai benda warisan cagar budaya.
C.    Penutup
            Sebagai Negara hukum maka setiap warga Negara wajib taat pada hokum, tidak hanya masyarakat biasa, tetapi juga pemerintah. Persengketaan tanah di makam mbah priok yang berujung pada perenggutan nyawa, merupakan kasus yang tidak mencerminkan warga taat pada hokum. Proses eksekusi paksa juga merupakan bagian dari proses yang tidak elegan untuk sebuah Negara yang mementingkan musyawarah sebagai jalan penyelesaian. Terlebih benda yang disengketakan menyangkut hajat hidup orang banyak, tidak hanya milik pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, kebijakan yang diterapkan harus benar-benar mampu menjamin keadilan bagi semua pihak, terutama kepentingan masyarakat yang didahulukan.
 
Daftar pustaka
Undang-Undang No.26 Tahun 2007
Undang-undang No.5 Tahun 1960
Undang-undang No.5 Tahun 1992
 

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free