Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

Lingkungan Daur Hidup 2

UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHERAAN DAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN
 
 
Diajukan untuk memenuhi tugas ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
 
 
LogoUI.jpg
 
 
Oleh:
Nama : Ahmad Munir
NIM    : 0706265150
 
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
 
TAHUN 2010
Upaya Meningkatkan Kesejaheraan dan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Perdesaan dan Perkotaan
 
Oleh: Ahmad Munir, 0706265150
Departemen Geografi - Fakultas MIPA - Universitas Indonesia
 
 
 

Abstrak
Masyarakat pada umumnya lebih banyak memandang lanjut usia menurut cara pandang individualis, pertama, pandangan yang melihat lansia sebagai kelompok terhormat dalam masyarakat, sehingga pemenuhan kebutuhan sosialnya lebih tinggi. Sedangkan kedua pandangan rasional yang melihat kelompok lanjut usia sebagai kelompok masyarakat non-produktif sehingga keberadaanya di masyarakat cenderung diabaikan. Cara pandang keduanya, sangat mempengaruhi upaya dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup lanjut usia. Teruma cara pandang yang dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan di perdesaan dan perkotaan, tentu hal ini sangat berpengaruh pada pemahaman terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia. Dengan melihat perbedaan tingkat kebutuhan serta berbagai harapan masyarakat, dapat menjadikan upaya meningkatkan kualitas hidup lanjut usia berhasil.
 
Kata kunci: Perbandingan, Lansia, Daerah, Indonesia

 
 
I.            Pendahuluan
1.      Latar belakang
Perkiraan jumlah penduduk menjelaskan bahwa angka penduduk lanjut usia cenderung meningkat. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memperkirakan tahun 2025, lebih dari seperlima penduduk Indonesia tergolong lanjut usia (lansia), yaitu penduduk umur 60 tahun atau lebih. Sedangkan BPS memperkirakan hampir 60% lansia di Indonesia tergolong miskin, dan merupakan 27% dari total penduduk miskin. Di samping itu, rata-rata pendidikan lansia di Indonesia hanya Sekolah Dasar tanpa memiliki pekerjaan tetap. Kondisi seperti ini jangan sampai menjadi beban pembangunan, mengingat undang-undang memberikan jaminan kesejahteraan bagi semua warganya. 
Dampak pertumbuhan lanjut usia sejalan dengan peningkatan angka usia non-produktif. Pertumbuhan angka non-produktif akan berdampak pada meningkatnya angka ketergantungan terhadap kelompok produkitif. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pertumbuhan angka lanjut usia berarti peningkatan angka non-produktif. Dengan memperhatikan pola ini berarti upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia, membutuhkan perhatian seluruh pihak. Pengamatan terhadap perbedaan tuntutan dan pemenuhan kebutuhan, dan juga pertumbuhan lansia yang semakin meningkat, harus diperhatikan aspek pemahaman terhadap lingkungan lanjut usia. Mengingat komposisi dan struktur penduduk Indonesia untuk masa mendatang akan di dominasi oleh para lanjut usia. 
Dalam usaha menjadikan lansia sebagai aset pembangunan, pemahaman yang mendalam dari berbagai aspek yang berkaitan dengan lansia menjadi sangat penting. Pemahaman ini diperlukan mengingat para lansia mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda dengan penduduk pada umumnya. Umumnya, lansia mengalami penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Kuntjoro: 2002). Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Selanjutnya, Kuntjoro menyebutkan ada lima faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa lansia, yaitu (a) penurunan kondisi fisik, (b) penurunan fungsi dan potensi seksual, (c) perubahan aspek psikososial, (d) perubahan berkaitan dengan pekerjaan, dan (e) perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Jika masalah-masalah ini tidak ditangani secara baik, lansia akan menjadi beban pembangunan, bukan aset pembangunan.
Tulisan ini akan menjelaskan berbagai dampak pertumbuhan jumlah lanjut usia (lansia) dan beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lanjut usia di beberapa daerah di Indonesia. Saya juga bermaksud menjelaskan hubungan berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia, dan penerapan kebijakan untuk para lanjut usia.
 
2.      Perumusan Masalah
Saya merumuskan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini sebagai berikut: “Mengetahui Perbedaan Karakteristik Aktivitas Lanjut Usia di Perdesaan dan Perkotaan dan Kaitanya Ketergantungan Hidup serta Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Dan Kesejahteraan Hidup Lanjut Usia”.
Kemudian saya mencoba menjabarkanya dalam beberapa kalimat pertanyaan yang akan dibahas pada selanjutnya, yaitu:
a.       Bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan aktivitas para lansia di perdesaan dan perkotaan.
b.      Bagaimana kualitas kesehatan secara umum dan perbedaan tingkat kesehatan para lansia di perkotaan dan perdesaan.
c.       Apa upaya untuk meningkatkan kesejaheraan dan kualitas hidup lanjut usia di perdesaan dan perkotaan berdasarkan gambaran ketiga pertanyaan di atas.
 
3.      Batasan Masalah
Dalam studi ini, saya membatasi beberapa definisi dalam penulisan sebagai berikut:
§ Kualitas Hidupadalah kondisi yang memberikan kesempatan untuk dapat hidup nyaman, mempertahankan keadaan fisiologis sejalan dengan imbangan psikologis , di dalam kehidupan sehari-hari. (Pustaka Kesehatan).
§ Secara harfiah kesejahteraan adalah suatu keadaan/kondisi yang terdapat rasa aman, tentram, makmur yang dirasakan oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama.
§ Perdesaan merupakan suatu bagian wilayah yang tidak berdiri sendiri. Suatu wilayah bisa disebut perdesaan karena mempunyai karakteristik yang tidak sama dengan perkotaan. Suatu kawasan yang aktifitas utamanya atau aktifitas ekonomi penduduknya bersandar pada pengelolaan sumberdaya alam setempat atau pertanian dinamakan dengan kawasan perdesaan (UU 24 Tahun 1992).
§ Perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
 
4.      Tujuan Penulisan
Secara umum, studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi lanjut usia dari aspek sosial budaya, ekonomi, dan kesehatan, serta berusaha membandingkan perbedaan aspek-aspek tersebut di perdesaan dan perkotaan. Secara khusus tujuan studi ini yaitu:
a)      Mendeskripsikan kondisi sosial, ekonomi dan aktivitas para lansia di perdesaan dan perkotaan.
b)      Mendeskripsikan status kesehatan secara umum dan perbedaan tingkat kesehatan para lansia di perkotaan dan perdesaan.
c)      Mengamati perbedaan pemenuhan kebutuhan para lanjut usia, terutama berdasarkan karakteristik perdesaan dan perkotaan.
d)     Upaya Upaya Meningkatkan Kesejaheraan dan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Perdesaan dan Perkotaan.
 
5.      Manfaat Penulisan
Makalah ini terbatas pada pemahaman saya untuk mengeksplorasi lebih lanjut, kondisi lansia di perdesaan dan perkotaan. Dengan merujuk pada studi literature, saya berusaha memahami karakteristik para lanjut usia.
Bagi masyarakat pada umumnya, studi ini dapat menjawab beberapa pertanyaan mendasar, terkait kebutuhan para lansia, sehingga masyarakat dapat menciptakan lingkungan masa depan yang lebih berharga untuk para lanjut usia. Hal ini perlu, untuk menunjang perhatian yang lebih, dari generasi di bawahnya untuk memahami kondisi para lanjut usia. Dalam aspek tertentu, studi ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam memustuskan berbagai hal berkaitan dengan kebijakan terhadap lanjut usia.
 
 
6.      Hipotesis
Saya mengasumsikan pada tulisan ini, bahwa terdapat perbedaan kondisi lingkungan mempengaruhi kualitas hidup lansia, Dengan demikain upaya memenuhi kesejahteraan dan kualitas hidup juga berbeda. Hal ini akan mempengaruhi berbagai hal yang berkaitan dengan lansia, baik kondisi ekonomi, sosial dan kesehatan serta berbagai aktivitas yang dilakukan lansia.
Makalah ini terbatas pada pemahaman saya untuk mengeksplorasi lebih lanjut, kondisi lansia di perdesaan dan perkotaan. Dengan merujuk pada studi literature, saya berusaha memahami secara langsung karakteristik para lanjut usia. Keterbatasan tulisan ini terletak pada kriteria pembeda, saya mengasumsikan lingkungan perdesaan dan perkotaan memiliki perbedaan yang signifikan berdasarkan pada beberapa definisi ilmiah. Dengan perbedaan ini, saya tidak mengasumsikan berbagai hal yang terdapat di dalamnya memungkinkan untuk berbeda juga, baik dari aspek ekonomi, sosial dan aktivitas lansia.
 
7.      Manfaat Penulisan
Bagi masyarakat pada umumnya, studi ini dapat menjawab beberapa pertanyaan mendasar, terkait kebutuhan para lansia, sehingga masyarakat dapat menciptakan lingkungan masa depan yang lebih berharga untuk para lanjut usia. Hal ini perlu, untuk menunjang perhatian yang lebih, dari generasi di bawahnya untuk memahami kondisi para lanjut usia.
 
II.            Pembahasan
Masyarakat pada umumnya lebih banyak memandang lanjut usia menurut cara pandang pribadi, pertama, pandangan yang melihat lansia sebagai kelompok terhormat dalam masyarakat, sehingga pemenuhan kebutuhan sosialnya lebih tinggi. Sedangkan kedua pandangan rasional yang melihat kelompok lanjut usia sebagai kelompok masyarakat non-produktif sehingga keberadaanya di masyarakat cenderung diabaikan. Cara pandang keduanya, sangat mempengaruhi upaya dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup lanjut usia. Teruma cara pandang yang dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan di perdesaan dan perkotaan, tentu hal ini sangat berpengaruh pada pemahaman terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia. Dengan melihat perbedaan tingkat kebutuhan serta berbagai harapan masyarakat, dapat menjadikan upaya meningkatkan kualitas hidup lanjut usia berhasil. Selama ini perhatian terhadap lansia tergolong rendah. Dari beberapa data yang tersedia menunjukkan, bahwa lanjut usia cenderung tidak mendapat perhatian yang sesuai dengan yang diharapkan.
Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga. serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila.(Undang-undang No.13 Tahun 1998).
Dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 Bab I pasal 2 ayat 1, kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun sprituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yangmemungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan Pancasila.
Studi terhadap lanjut usia di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan angka ketergantungan para lansia terhadap lingkunganya semakin besar. Di provinsi Bali, pertumbuhana jumlah lansia berkisar antara . Dan rata-rata dari mereka tidak melakukan pekerjaan apapun, dan menggantungkan segala kebutuhan hidupnya pada yang masih produktif.
Perdesaan dan perkotaan sebagai sifat dan karakteristik tempat memiliki pengaruh terhadap cara pandang lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perbedaan struktur masyarakat desa dan kota terletak pada aktivitas masyarakatnya, masyarakat desa umumnya petani sedangkan masyarakat kota memiliki ragam pekerjaan yang jauh lebih kompleks. Hal ini mempengaruhi lanjut usia, sebagai bagian dari lingkungan keduanya, yang juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup, sehingga untuk menjamin keduanya, mesti dilakukan dengan upaya yang berbeda.
1.      Konsep Lanjut Usia
Dalam konsepnya, Negara Indonesia menentukan kriteria lajut usia sebagai seorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Hal ini merujuk pada pengelompokan manusia berdasarkan umur. Baik diperdesaan maupun perkotaan, tidak ada yang membedakan antara konsep lanjut usia secara usia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu: Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Pendapat lain mengatakan mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Dalam lingkungan daur hidup manusia, lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional mempertimbangkan tiga aspek untuk menentukan status lanjut usia yaitu: aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis, lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dalam menentukan kelompok hidup, sebagian masyarakat di Indonesia memiliki cara yang berbeda. Di Bali, masyarakat mengelompokkan usia sebagai berikut; 0-8 tahun (masa anak-anak), 8-15 tahun (orang muda), 15-20 tahun (remaja/bajang) dan 20-30 tahun (teruna/ laki-laki dan teruni/ perempuan). Hal ini juga terjadi di beberapa masyarakat adat lainya. Namun masyarakat Indonesia secara umum, yang merujuk pada undang-undang sebagai acuanya.
Menurut kesepakatan Departemen Sosial pada bulan Oktober 1998, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun ke atas, sebelumnya departemen sosial menganut 55 tahun. Sedangkan Departemen Sosial memakai batasan lanjut usia (lansia) untuk wanita adalah rata-rata pada usia 45 tahun.
Dalam hal ini, saya tidak menemukan perbedaan konsep antara lanjut usia di perdesaan maupun perkotaan. Secara umum, teorinya menjelaskan bahwa penduduk lanjut usia adalah mereka yang mencapai usia 60 tahun dan telah mengalami kondisi yang menurun dari kondisi sebelumnya, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Beberapa aspek tersebut mencirikan lanjut usia merupakan kelompok penduduk yang berpotensi besar untuk menimbulkan ketergantungan, menumbuhkan masalah kesehatan, dan beberapa aspek lain yang membutuhkan perhatian dari kelompok penduduk yang lain, terutama kelompok penduduk usia produktif. Namun demikian, terdapat kewajiban dari Negara untuk memberikan pelayan sebaik-baiknya dalam usaha mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
 
2.      Kebutuhan Lanjut Usia
Masyarakat pada umumnya memiliki kebutuhan hidup, dalam skala kecil kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan serta pendidikan dan kesahatan merupakan kebutuhan mendasar yang hendak dipenuhi setiap orang. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.   Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar   dapat mandiri dan mengurangi ketergantungan pada kelompok usia yang lain.
Untuk memahami kebutuhan hidup para lansia, saya berusaha menjelaskan tingkat kebutuhan manusia berdasarkan urutanya. Salah satu rujukan yang sesuai untuk mengaitkan kelompok lanjut usia dengan kebutuhanya adalah pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi: 
a.       Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. 
b.      Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya 
c.       Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya 
d.      Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan
e.       Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. 
Jika saya mengaitkan tingkatan kebutuhan dan fakta lansia, maka saya dapat menghubungkan keterkaitan antara lansia di Indonesia dan tingkatan pemenuhan kebutuhan. Deskripsi tingkatan kebutuhan dapat menjelaskan gambaran umum lansia di Indonesia.
Selanjutnya, Lansia juga membutuhkan kesehatan sebagai salah satu faktor penentu kesejahteraan dan kualitas hidup. Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit sedangkan faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia.
Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit pada bagian organ maupun sistem organ, seperti: gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban. Dari segala kelemahannya, lansia mengsusahakan hidupnya untuk kemandirian, proses ini membutuhkan ketekunan sebagaimana pada proses awal daur anak.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan. 
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri. 
Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. (Zainudin, 2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe Kepribadian Mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Faktor hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan keluarga, teman sebaya/usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam hubungan ini dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam kehidupan sehari-hari. 
3.      Kondisi Sosial, Ekonomi dan Aktivitas Para Lanjut Usia di Perdesaan dan Perkotaan
Predikat sebagai kepala keluarga dengan latar belakang pendidikan yang rendah (pendidikan formal) dan ketergantungan terhadap orang lain (karena tidak bekerja) lebih banyak ditemukan di pedesaan (Setyawan, 2008). Sedangkan pada masyarakat perkotaan, sebagian besar lansia memiliki pendidikan yang lebih tinggi, sehingga ketergantungan terhadap kelompok lain masih rendah, kecuali pada fase tertentu ketika mereka tidak mampu lagi menjalankan berbagai aktivitas, sebagai akibat dari berkurangnya fungsi tubuh dalam melakukan kerja. Diperkotaan lansia yang statusnya hanya sebagai orang tua/mertua lebih banyak dibandingkan dengan sebagai kepala rumah tangga. Hal itu berarti ada kemungkinan lansia di perkotaan lebih banyak yang berpotensi mengalami tekanan kejiwaan/depresi. 
Selanjutnya pada masyarakat tertentu, kedudukan lansia menjadi bagian yang sangat penting. Ini merupakan satu nilai sosial yang menjelaskan kondisi lansia di Negara-negara berkembang. Negara maju banyak mengembangkan budaya rasional yang mengikis nilai-nilai sosial. Dalam kehidupan sehari-hari beberapa gejala perubahan nilai-nilai sosial, misalnya hubungan orang tua dengan anak yang juga mengalami perubahan, sehingga ikatan keluarga mulai melonggar. Perubahan nilai sosial ini makin mendorong lansia untuk lebih giat menabung, karena nasibnya tidak semata-mata tergantung pada kemurahan anak cucunya. Hal ini menunjukkan adanya tingkat kemandirian yang lebih tinggi, yang mana di Indonesia lebih banyak melekat pada masyarakat perkotaan seperti dalam bentuk jaminan dana tua (pensiun), sedangkan di perdesaan, masyarakat tidak banyak melakukan hal tersebut, mengingat lahan pertanian hampir menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan, sehingga persiapan dalam rangka menyambut masa tua, cenderung terabaikan.
Sebagaian kelompok lansia melanjutkan Untuk meringankan beban lansia, pemerintah maupun organisasi masyarakat mendirikan rumah atau asrama khusus untuk kaum lansia. Pendirian rumah bagi kaum lansia selain memiliki segi positif, juga mempunyai segi negatif, yaitu menyebabkan semakin longgarnya hubungan antara anak dengan orang tua. Anak-anak karena kesibukan kerja memasukkan orang tua ke panti wredha (Oswari, 1997).
Kita juga dapat melihat statistik lansia di Bali untuk mendapatkan gambaran bagaimana aktivitas sebagian lansia tetap pada pilihan bekerja. Menurut hasil Sakernas 2007 jumlah lansia di Bali sekitar 336.000 orang. Pada tahun yang sama jumlah penduduk usia kerja (umur 15 tahun atau lebih) lebih dari 2,5 juta orang. Hal itu berarti bawa jumlah lansia adalah 12,6% dari penduduk usia kerja. Selanjutnya, penduduk usia kerja dapat dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Kemudian angkatan kerja ada yang berstatus bekerja dan tidak bekerja (menganggur). Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari mereka yang hanya mengurus rumah tangga, sekolah , dan penduduk yg sudah tidak bisa melakukan kegiatan karena sakit, usia lanjut, cacat jasmani ataupun cacat mental. 
Dari status kegiatan, hampir semua angkatan kerja lansia berstatus bekerja dan yang menganggur hanya 0,27%. Justru yang relative banyak adalah pekerja lansia yang tergolong underemployeed. Jumlahnya mencapai 45% (setara 84.094 orang). Tetapi dari jumlah ini yang tergolong sebagai setengah pengangguran sukarela (part time worker) sebanyak 85%. Sisanya adalah setengah pengangguran terpaksa, yaitu lansia yang bekerja dibawah jam kerja normal (<35 jam per minggu) dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.
Melihat beberapa karakteristik social ekonomi lansia seperti disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa lansia di Bali lebih banyak berfungsi sebagai asset pembangunan. Kebanyakan diantara mereka mempunyai pekerjaan dengan kondisi kesehatan tergolong baik dan cukup. Tahun 2005 memang tercatat jumlah lansia yang berumur 75 tahun keatas sebanyak 65.579 orang (sekitar 22% dari total lansia). Kelompok ini tampaknya perlu mendapat perhatian khusus, karena diperkirakan mereka sudah mengalami penurunan kesehatan yang cukup berarti.Lebih-lebih bagi
Pada ahirnya, saya dapat melihat adanya perbedaan kondisi, baik menyangkut status sosial, kondisi ekonomi dan aktivitas haria para lansia di perdesaan dan perkotaan.
 
4.      Deskripsi Status Kesehatan Secara Umum dan Perbedaan Tingkat Kesehatan Para Lansia di Perkotaan dan Perdesaan
Kondisi sosial, ekonomi serta aktivitas para lanjut usia memperlihatkan perbedaan, pada tiap-tiap penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Penyebabnya adalah perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Beberapa penyakit yang sering menyerang opera lanjut usia anatara lain.
Salah satu studi memperlihatkan bahwa aspek kesehatan para lanjut usia di bali yang merupakan area pertanian, hanya sekitar 16% lansia di Bali kesehatannya tergolong “kurang”. Selebihnya termasuk “baik” atau “cukup”. Kondisi ini berimplikasi pada kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas rutinnya. Hampir 80% lansia tidak memerlukan bantuan dalam mereka berkegiatan. Bagi mereka yang memerlukan bantuan, bantuan yang banyak diperlukan lansia adalah menyiapkan makanan.
Dua hal yang menyebabkan gangguan depressi muncul pada lanjut usia yaitu biologis,
 
5.      Perbedaan Aspek Pemenuhan Kebutuhan Lansia Di Perdesaan Dan Perkotaan
Karakteristik demografi kedua lansia adalah satatusnya dalam rumah tangga. Status ini sangat penting dalam kaitan pengakuan terhadap lansia itu sendiri paling tidak oleh keluarga dekatnya. Pengakuan status adalah merupakan salah satu penghargaan terhadap lansia. Dengan menghargai lansia berarti mereka merasa masih diperlukan, sehingga hidupnya dirasakan menjadi lebih berarti. Kondisi ini dapat berpengaruh positif terhadap kehidupan lansia itu sendiri sehingga dapat mencegah/mengurangi kemungkinan menurunnya gangguan kesehatan fisik ataupun jiwa mereka. 
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, hampir 40% lansia masih berstatus sebagai kepala keluarga. Yang berstatus hanya sebagai orang tua/ mertua proporsinya menempati urutan besar kedua, yaitu sekitar 36 %. Berarti kelompok yang terakhir ini adalah lansia yang hidup bersama dengan anak atau menantunya. Jadi yang bertindak sebagai kepala keluarga adalah anak atau menantunya.
Dengan posisi seperti ini jelas peran lansia dalam pengelolaan rumah tangga relative kecil dan malahan tidak tertutup kemungkinan terjadi friksi dengan anak dan atau menantunya. Jika hal ini yang terjadi dapat mengakibatkan lansia akan tertekan dan dalam jangka panjang dapat menurunkan kesehatan jiwa mereka. Status lansia dalam hubungannya dengan kepala rumah tangga berbeda antara daerah pedesaan dengan perkotaan. 
Diperkotaan lansia yang statusnya hanya sebagai orang tua/mertua lebih banyak dibandingkan dengan sebagai kepala rumah tangga. Sedangkan di pedesaan menunjukkan keadaan sebaliknya. Hal itu berarti ada kemungkinan lansia di perkotaan lebih banyak yang berpotensi mengalami tekanan kejiwaan/depresi. 
Keluarga, merupakan tempat tinggal utama bagi lansia untuk mendapatkan dukungan moral maupun material, dan mendapat perawatan sepenuhnya (Wahyuni, 2003). Di Asia, pada masyarakat tradisional, para lansia menggantungkan diri kepada anak-anak mereka yang telah dewasa, kepada pasangannya, dan keluarga lain untuk mendapatkan bantuan materiil (EWC, 2002 dalam Wahyuni, 2003).
Perbedaan sifat perdesaan dan perkotaan juga dicirikan dari lokasi pemukiman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan lokasi pemukiman lansia berdasarkan kondisi sosial ekonomi dapat menyebabkan adanya perbedaan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan pada lansia yang berada di masyarakat. Namun adanya dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah dapat menciptakan kondisi lanjut usia yang tidak terganggu aspek psikososialnya (hidup puas dan tidak depresi). Lansia di perkotaan tentu mengikuti pola hidup warga perkotaan. Kelompok lansia yang memiliki kamandirian financial, akan lebih banyak menggunakan waktunya untuk menempuh dan berbagi dengan lansia lain.
Di Indonesia masyarakat menempatkan lansia sebagai sosok yang harus dihormati, dan menganggap sebagai pekerjaan mulia jika merawat lansia (Raharjo & Do Le, 2002 dalam Wahyuni, 2003). Namun dengan terjadinya perubahan dalam hal demografis, sosial dan ekonomi, maka peranan keluarga sebagai perawat utama lansia berada pada tekanan (EWC, 2002 dalam Wahyuni, 2003). Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan sosial yang selama ini dimilikinya.
 
6.      Aspek yang Mempengaruhi Kesejahteraan Lanjut Usia
Dalam mengusahakan kesejahteraan para lanjut usia, kita perlu memperhatikan aspek-aspek yang menjadi kebutuhan mendasar sebagai kebutuhan hidup, sehingga memungkinkan para lanjut usia mampu memenuhi kebutuhanya sendiri. Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga    dan lingkungannya. 
Kebutuhan lainya yang menjadi prioritas dalam mensejahterakan lansia adalah usaha untuk memelihara dan menjaga kesehatan lansia. Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula. (Pengukuhan Guru Besar USU).
Lansia yang memiliki dukungan sosial yang baik akan memperbaiki kondisi psikososialnya. Goode (1985) menyatakan bahwa dengan semakin majunya komunikasi antar individu dan teknologi, pola hidup masyarakat mengalami perubahan. Pola hidup keluarga batih semakin kehilangan fungsinya dan ber- alih menjadi pola hidup keluarga inti. Kebiasa- an untuk memberikan bantuan sosial antar keluarga berkurang dan pola hidup individual semakin menonjol. Dalam model ini terdapat pengaruh positif antara dukungan sosial de- ngan kondisi psikososial lansia.
 
7.      Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Dan Kesejahteraan Para Lansia
Kualitas hidup adalah upaya memberikan kesempatan untuk hidup lebih nyaman, mempertahankan kondisi fisik (fisiologis) sejalan dengan keseimbangan psikologis, di dalam kehidupan sehari-hari. (Pramono, 1998). Dalam kaitanya dengan kualitas lanjut usia, maka saya perlu membedakan standar kualitas hidup di perdesaan dan perkotaan. Kualitas hidup di perdesaan umumnya hanya memperlihatkan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, mengingat di perdesaan tidak banyak hal yang dapat di akses lansia. Sedangkan kualitas hidup di perkotaan pada usia tua, lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan dasar, pada pada giliranya mereka mengharap apresiasi dari lingkungan.
Dalam kenyataanya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lanjut usia berdasarkan aspek hidupnya. Salah satunya, perbedaan lokasi pemukiman yang mempengaruhi aktivitas hidup lanjut usia. Lokasi pemukiman lansia berdasarkan kondisi sosial ekonomi dapat menyebabkan adanya perbedaan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan pada lansia yang berada di masyarakat. Namun adanya dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah dapat menciptakan kondisi lanjut usia yang tidak terganggu aspek psikososialnya (hidup puas dan tidak depresi).
Selama ini, kebijakan pemerintah mengarahkan kebijakan tentang lansia yang lebih menitikberatkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga sebagai pelayan utama diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia. (Depsos RI, 1998).  
Upaya yang saya maksud dalam pembahasan ini, mengandung dua objek, yaitu oleh lanjut usia sendiri atau kelompok masyarakat di luar lanjut usia. Perhatianya pada upaya dan berbagai tidakan yang dapat menyebabkan ketentraman dan kenyamanan hidup para lanjut usia. Kedua, upaya masyarakat di luar lanjut usia dalam memperhatikan aspek-aspek pemenuhan kebutuhan yang mendasar sebagai dasar dalam menentukan kebutuhan lanjut usia. Seluruhnya merupakan upaya terpadu yang dapat mendorong peningkatan kualitas hidup lanjut usia.
Masyarakat perlu memperhatikan bahwa kebutuhan fisik (fisiografis) membutuhkan material sebagai pemuas kebutuhan. Perbedaan signifikan pada lanjut usia di perdesaan dan perkotaan adalah jumlah barang pemenuh kebutuhan. Sebagian lanjut usia juga masih menghadapi kendala pemenuhan kebutuhan dasar, baik di perdesaan maupun di perkotaan seperti; pangan dan kesehatan. Dampak dari rendahnya kemampuan ekonomi menunjukkan pengaruh yang besar bagi kualitas hidup lanjut usia, dan pemenuhan terhadap aspek hidup yang mendasar.
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia adalah keseimbangan secara psikolgis. Lingkungan tinggal banyak mempengaruhi keseimbangan psikologis, salah satunya dalam bentuk dukungan sosial. Dukungan sosial dapat datang dari anggota keluarga, atau lingkungan sekitar yang memberikan perhatian pada lansia. Dukungan sosial bagi lanjut usia sangat diperlukan selama lanjut usia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak semua lansia   mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya (Kuntjoro, 2002).
Berkaitan dengan dukungan sosial, salah satu penelitian (menurut telah menjelaskan bahwa fenomena berkumpul dengan keluarga dan anak cucunya ini semakin menarik untuk dianalisis dari sisi kebudayaan. Kasus penelitian lain di mancanegara bahwa untuk menunda datangnya pelupa (Jawa pikun atau buyuten), suatu jenis penyakit yang ditakuti banyak Lansia, maka sebaiknya Lansia dapat didekatkan dengan kehidupan cucu. Pada budaya masyarakat Jawa, masih sering dijumpai perilaku yang memberikan hadiah binatang piaraan kepada cucu atau buyutnya. Binatang piaraan itu dapat berupa ayam atau kelinci. Kebiasaan itu, dalam konsep Jawa dapat dimaksudkan untuk menunda kepikunan. Dalam pengertian psikologis, sebenarnya dapat diartikan juga agar Lansia dapat dekat dan akrab dengan cucu dan buyutnya. Demikian juga sebaliknya, sang cucu dan buyut agar dapat dekat dengan Lansia.
Sebanding dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, maka masyarakat perlu mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup, terutama oleh kelompok usia produktif, karena peningkatan jumlah lanjut usia memicu peningkatan angka ketergantungan. Jika jumlah usia produktif tidak sebanding, maka perhatian kaum produktif (usia 14 – 59 tahun) terhadap lanjut usia akan berkurang. Sebagai akibatnya, akan memungkinkan peningkatan angka kematian yang lebih tinggi akibat problem tersebut.
Dalam kenyataanya, tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan lanjut usia, terutama masyarakat perkotaan dibandingkan dengan masyarakat perdesaan. Sebagaian masyarakat kota, khususnya yang kurang mampu akan banyak menghadapi kendala, mengingat tuntutan hidup di perkotaan jauh lebih besar. Oleh karena itu, sangat diperlukan perhatian pemerintah, terumata untuk menampung lansia perkotaan, yang tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Dengan demikian, pemerintah memiliki peran yang sangat besar.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, terdapat beberapa upaya pemerintah dalam mengusahakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, meliputi :
§ Pelayanan keagamaan dan mental spiritual, antara lain adalah pembangunan sarana ibadah dengan penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia. 
§ Pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik.    
§ Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus.
Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, yang dalam hal ini pelayanan administrasi pemberintahan, adalah untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk seumur hidup, memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket untuk tempat rekreasi, penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia.
Dari perspektif kebutuhan, usaha pemerintah masih memperlihatkan pemenuhan kebutuhan dalam skala fisik. Orientasi pembangunan yang mengarah ke fisik cenderung menimbulkan kesenjangan di lain pihak. Masyarakat lansia perkotaan memiliki akses lebih untuk menjangkau segala sarana pemerintah, sementara masyarakat desa akan memiliki hambatan untuk mengakses fasilitas-fasilitas tersebut. Perbedaan kemudahan ini dapat menyebabkan kesenjangan aktivitas para lanjut usia diperdesaan dan perkotaan.
Aspek psikososial dan fisik secara keseluruhan memiliki hubungan positif dengan status gizi lansia. al itu menunjukkan bahwa untuk mendapatkan status gizi yang baik pada lansia diperlukan perhatian yang lebih menyeluruh terhadap aspek psikososial dan fisik lansia baik dari keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Status gizi yang baik diharapkan dapat meningkatkan kesehatan lansia yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan lansia.
Faktor lain, yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia adalah kebijakan pihak swasta. Pihak swasta juga mempengaruhi kualitas lanjut usia, biasanya memberikan kebijakan-kebijakan dalam bentuk pelayanan khusus bagi lanjut usia. Fenomena pelayanan ini tidak ditemukan di perdesaan. Namun demikian, kondisi ini juga banyak didijumpai di perdesaan dalam bentuk yang berbeda. Banyan perdesaan yang masih berpegang teguh pada adat, memposisikan lanjut usia pada kedudukan terhormat dalam berbagai aktivitas adat. Ini merupakan bentuk lain, dari pelayanan pihak swasta dalam memberikan layanan kepada orang tua.
Setelah memahami pandagan umum masyarakat, yang umum melekat adalah stigma bahwa lanjut usia merupakan kelompok masyarakat yang membebani masyarakat, ternyata tidak berlaku untuk sebagian masyarakat kita, terutama mereka yang tinggal di perdesaan yang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Hampir 68% lansia di Bali masih dalam kelompok usia produktif (. Saya juga menemukan di beberapa tempat lain di Indonesia, bahkam di pulau jawa sendiri, sebagian besar lansia masih tetap melakukan pekerjaan sebagai petani, dengan berprinsip pada selama masih sehat harus tetap bekerja.
Beberapa perbedaan dalam mengupayakan kesejahteraan dan kualitas hidup lansia, pada dasarnya sejalan dengan upaya memberikan pelayanan terbaik pada lanjut usia. Lansia umumnya member tanggapan yang berbeda, pada setiap stimulus pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, upaya tersebut harus memperhatikan aspek pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh, dengan memperhatikan sisi-sisi positif yang dapat diterima lanjut usia secara umum.
III.            Kesimpulan
Pada ahirnya, saya dapat melihat adanya perbedaan kondisi, baik menyangkut status sosial, kondisi ekonomi dan aktivitas haria para lansia di perdesaan dan perkotaan. Mendeskripsikan status kesehatan secara umum dan perbedaan tingkat kesehatan para lansia di perkotaan dan perdesaan. Tingkat kesehatan para lansia membutuhkan perhatian dari sekelompok masyarakat lain, gangguan kesehatan tidak hanya disebabkan oleh kerusakan secara
Beberapa perbedaan dalam mengupayakan kesejahteraan dan kualitas hidup lansia, pada dasarnya sejalan dengan upaya memberikan pelayanan terbaik pada lanjut usia. Lansia umumnya member tanggapan yang berbeda, pada setiap stimulus pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, upaya tersebut harus memperhatikan aspek pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh, dengan memperhatikan sisi-sisi positif yang dapat diterima lanjut usia secara umum.
Upaya Upaya Meningkatkan Kesejaheraan dan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Perdesaan dan Perkotaan.Dengan demikian, dengan makin banyaknya jumlah lansia menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan khusus yang berkaitan dengan kesehatan lansia. Umumnya lansia mengalami penurunan kondisi fisik psikologis maupun social yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Hal ini berpotensi meninmbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus kepada lansia. Baik di perdesaan maupun perkotaan, implikasi ini sangat tergantung pada karakteristik sosial-demografis mereka. Beberapa karakteristik penting yang berpengaruh atau berkaitan dengan kesehatan lansia adalah status perkawinan, status kegiatan, sumber pendapatan dan perlu tidaknya bantuan dalam berkegiatan.
 
IV.            Daftar Pustaka
Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2004 tentang pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia.
Republik Indonesia. Undang-undang no.13 tahun 1998
republik indonesia. “undang-undang republik indonesia. nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. jakarta: -. t. th.
Ir. Ruchyat Deni Dj. Direktur Penataan Ruang Nasional, Ditjen Penataan Ruang (Disampaikan pada lokakarya ‘Proyek Perintisan Pengembangan Perdesaan’, 15 November 2001 di Jakarta) Sosialisasi RPP Penataan Ruang Kawasan Perdesaan, Suatu konsep landasan kebijakan pengembangan kawasan perdesaan
Edgel, Beatrice. “Conception.” Dalam James Hastings (ed.) Encyclopedia of Religion andEthics. Jilid 3. New York: Charles Schribner’s Son, 1979, h. 796797. 
 
.“Pengenalan Gangguan Depresif Pada Orang Usia Lanjut” dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam bidang ilmu psikiatri pada fakultas kedokteran, diucapkan di hadapan rapat terbuka universitas sumatera utara gelanggang mahasiswa, kampus usu, 19 juli 2007.
hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup lanjut usia di desa kembang kuning cepogo boyolali skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan meraih derajat sarjana s-1 keperawatan 
jurnal gizi dan pangan, november 2006 1(2): 1-7 aspek psikososial, aktivitas fisik, dan konsumsi makanan lansia di masyarakat (psychosocial aspect, physical activity, and food consumption of the elderly in community) rusilanti1, clara m kusharto2, dan ekawati s wahyuni3.
jurnal gizi dan pangan, juli 2006 1(1): 29-35 model hubungan aspek psikososial dan aktifitas fisik dengan status gizi lansia (the correlation model of psychosocial and physical activity aspect with nutritional status of the elderly) rusilanti1 dan clara m kusharto2.
makara, kesehatan, vol. 6, no. 2, desember 2002 koping lanjut usia terhadap penurunan fungsi gerak di kelurahan cipinang muara kecamatan jatinegara jakarta timur astuti yuni nursasi, poppy fitriyani fakultas ilmu keperawatan, universitas indonesia, jl. salemba raya no. 4, jakarta pusat, 10430 e-mail: fian_3121@yahoo.com
PENANGANAN DISPEPSIA PADA LANJUT USIA I Dewa Nyoman Wibawa Divisi Gastroentero-Hepatologi Bagian Ihnu Penyakit Dalam FK Uhud/RS Sanglah, Denpasar
SKRIPSI
Salim,  Abdul  Muin.  “Konsepsi  Kekuasaan  Politik  dalam  AlQur’an.”  Disertasi. Jakarta: Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1989. 
Rindawati, Sri Wahyu. “Motivasi dan Rasionalitas Manusia Lanjut Usia (Lansia) Bagi Pemulung di Kota Magelang asus di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) Sampah Banyuurip Magelang)” Skripsi. Universitas Negeri Semarang: 2006.
Setyawan, Eka. “Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Tingkat Pendidikan Lansia Dengan Keaktifan Dalam Berpartisipasi Pada Kegiatan Posyandu Lansia Ii Di Desa Saren Wilayah Kerja Puskemas Kalijambe Sragen” Skripsi: UMS: 2008.
madib.blog.unair.ac.id/files/2008/.../penelitian-lansia-di-perkotaan.pdf

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free