Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
MENGGAGAS IPNU SEBAGAI “SISTEM” MUTU
Oleh: Ahmad Munir Chobirun
Sekretaris Jaringan Sekolah – Pimpinan Pusat IPNU
A. Pendahuluan
Dalam 1-2 dekade ke depan, Indonesia diprediksi maju pesat dalam arus permodalan terutama bidang industri, jasa dan perdagangan. Arus modal negara maju mulai bergerak ke wilayah-wilayah negara berkembang. Arus modal yang besar ini menuntut kesiapan generasi muda yang matang dan cerdas, agar dapat bersaing secara kompetitif, menggarap arus permodalan tanpa menghilangkan jati diri serta kemandirian sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
30 – 40 juta warga negara yang menyandang identitas Nahdiyyin ini bukan garapan kecil. Ini merupakan warga mayoritas dengan taraf kehidupan menengah ke bawah. Garis taraf mesti dilentingkan, juga kita lenturkan agar dapat bergerak leluasa menuju kemandirian jamiyyah dan kemakmuran jamaah. Prasyarat menuju kemakmuran dan kemandirian yang kuat itu, terletak pada kekuatan sumber daya manusia dalam mengelola jamiyyah.
Harapan menjadikan IPNU sebagai sistem kaderisasi matang guna menyiapkan Indonesia mendatang merupakan peran kita semua. Pada saat yang sama, IPNU perlu bekerja keras membangun kadernya. Guna menghadapi persoalan kemandirian di tubuh NU. Warga NU, umumnya petani kadang tidak berdaya di banyak sektor, sehingga kurang mampu menompang kemandirian jamaah. Disisi ini, NU jelas dihadapkan pada pilihan-pilihan pragmatis untuk bertahan pada kemandirian yang substansial.
Bertahan dan mengandalkan institusi formal dalam membangun dunia pendidikan kita, sama dengan berpangku tangan mengharap kesejahteraan dan kemakmuran. Tidak ada analogi lagi untuk menggambarkan betapa sistem yang dibangun tidak dapat diandalkan sama sekali untuk membangun kemandirian dunia pendidikan kita. Maka IPNU masih menjadi alternatif dan jembatan pembangunan yang paling penting bagi pelajar NU. IPNU tidak berpotensi mengambil bagian dalam kebijakan pendanaan anggaran pendidikan, tapi IPNU harus memastikan bahwa anggaran pendidikan sampai ke tangan yang berhak, agar jaminan mutu pendidikan di Indonesia dapat berlangsung tanpa ketimpangan yang berarti.
Oleh karena itu, satu hal terpenting untuk dijadikan pegangan dalam pengelolaan organisasi di setiap tingkatan adalah kemapanan “sistem”. Salah satunya sistem di IPNU sebagai organisasi kader. IPNU bukan tanpa peran dalam kontek kemajuan ke depan. IPNU bisa menjadi pilar yang menjadi jembatan penting bagi kemajuan dan pembangunan.
B. Pembahasan
Tidak sedikit dari pengurus maupun anggota organisasi kita yang terjebak pada paradigma sempit bahwa organisasi ini tercipta untuk melahirkan tokoh atau semacam pejabat politik. Seolah proses ini menjadi puncak keberhasilan dari proses kaderisasi yang mereka jalani. Pandangan sempit ini hendaknya mendapat kritik keras, mengingat konteks yang substansial tidak menghendaki IPNU menjadi organisasi yang demikian. Jika paradigma ini terus berkembang ke arah demikian, organisasi benar-benar tumpul dan tidak akan mempu memberikan sumbangan brilian bagi kemajuan bangsa.
Sebelum berihtiar memperbaiki dan mencintai organisasi dalam wujud supporting system kepengurusan atau pelaksana program. Hendaknya perlu ditilik sejauh mana peran evaluator dalam memandang IPNU sebagai organisasi. Sudahkah evaluator memerankan peran sebagai pengkritik agar organisasi tidak terjebak dalam sistem lama di atas, atau bahkan memandang organisasi dari kacamata kuda yang sempit, linier dan parsial.
Hasilnya IPNU akan bergerak bagai kuda, yang tergantung nahkodanya. Apakah IPNU tetap dalam rel kaderisasi atau berkembang menjadi organisasi perahan yang tidak mampu menelorkan ide dan gagasan brilian untuk membangun wadah yang kuat bagi jamiyyah dan jamaah. Jawabannya tergantung kader dan anggota, ke mana IPNU harus bergerak?
1. Mengevaluasi Input
Sejauh ini, harapan dan capaian yang kita inginkan cukup besar, dalam berbagai ranah/bidang garapan. Tidak sedikit energi IPNU tersebar dalam berbagai ide kreatif, yang tidak membentuk satu sistem yang mapan. Pada proses input ini, IPNU tidak lagi relevan menjadi organisasi yang tidak open mind terhadap perkembangan di luar.
Jika ditilik faktanya saat ini, basis kemandirian IPNU di level ranting, anak cabang dan cabang hampir dipastikan tidak ada yang bergerak dengan arus modal. Semua instrument dikembangkan dengan ketulusan dan keihlasan. Tidak berwujud dalam sebuah sistem yang mapan. Memang instrument mapan itu tidak perlu dikembangkan pada level ranting, cukup pada level cabang. Akan tetapi, kemandirian itu mutlak diperlukan, guna menjamin IPNU memiliki kader dengan kualitas mental dan kemandirian yang tinggi.
Warga nahdiyyin jelas akan mendukung setiap sistem yang dikembangkan. Dengan syarat, IPNU perlu inovatif mengumpulkan donasi untuk kepentingan kaderisasi dan pengembangan bakat siswa yang kurang berada. IPNU akan dilirik jika mampu memberikan beasiswa PANTAS pada setiap jenjang pendidikan. IPNU wajib memberikan dorongan pada siswa berprestasi dari sekolah ma’arif untuk melanjutkan studi.
2. Mengevaluasi Proses
Beberapa proses yang dijalani IPNU sebagai organisasi kolektif, ternyata melahirkan tokoh yang tidak kolektif. Pada proses zigoting leadership, kepemimpinan lebih lahir dari proses garis keturunan kyai dan keluarga pesantren yang lain. Padahal kepemimpinan kolektif hendaknya melahirkan kepemimpinan dari sebuah sistem, yang dibangun atas dasar kesepahaman dan kesepakatan kuat antar anggota.
Situasi semacam ini menunjukkan bahwa proses kaderisasi untuk melahirkan kepemimpinan didominasi oleh wacana dan gagasan lama. Maka karakter yang lebmah justru terletak pada kemampuan organisasi sendiri melahirkan kepemimpinan kolektif, yang lahir dari sistem kaderisasi, agar kepemimpinan di level IPNU teruji untuk mengisi pos-pos strategis NU dan banom lainnya.
3. Mengevaluasi Output
Ukuran terahir dari input dan proses adalah output. Ini merupakan ukuran yang terlihat. Dengan kuantitas jamaah terbesar di Indonesia, maka NU membutuhkan jumlah doktor yang setara untuk memastikan SDM yang berkualitas tersedia, sebagai ukuran riil tentang kualitas SDM.
IPNU dalam konteks ini tidak bisa lepas, selain menyiapkan kadernya menuju pada jenjang pendidikan-pendidikan yang lebih tinggi. Baik formal maupun non-formal. Semuanya perlu dipersiapkan dengan instrument yang baik. Jika diperlukan IPNU mempersiapkan sistem sendiri dengan kemandirian total, agar gagasan dan ide-ide brilian dapat dikembangkan tanpa menunggu sentuhan dari pemerintah.
4. IPNU sebagai system
Sebagai sebuah sistem, IPNU perlu membuat standar mutu kaderisasi. Standar mutu yang paling baik dapat terukur dan teridentifikasi keberhasilannya, serta mudah dievaluasi.
Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA) pada jenjang kaderisasi formal, selain nilai-nilai universal yang sudah diterjemahkan dalam AD/ART, keberhasilan MAPABA juga diukur dari instrument keberhasilan di sekolah seperti: Prestasi mampu menjadi ketua OSIS, ketua Kerohanian sekolah, Pengurus Masjid Sekolah/Kampus, Peserta Lomba/Tingkat Kabupaten.
Demikian juga, output dari peserta latihan kader muda (LAKMUD), kader lakmud sudah mampu menjadi pembicara seminar tingkat kabupaten, pemimpin aksi pelajar sadar membaca, ketua dewan ambalan dan segudang peran lainnya.
Demikian juga kader lakut, harus sudah menyiapkan diri memilih Universitas Unggulan pilihannya, juga sudah matang membina network dan jaringan untuk persiapan menuju dunia perguruan tinggi. Mampu mengorganisir dan membina jaringan kyai dan pesantren di tingkat lokal dan juga nasional. Puncaknya harus mempersiapkan diri menuju Universitas dan menjadi bagian dari pergerakan mahasiswa di Universitas.
Jika ketiga sistem di atas berhasil dikembangkan, tidak mustahil IPNU akan membawa perubahan besar bagi NU dan Indonesia. IPNU menjadi generasi paling depan, yang siap menyamput arus modal, dan juga industrialisasi di Indonesia 2030 mendatang. IPNU akan menjadi pemain di segala lini,tanpa gagap dan selalu memutuskan yang terbaik untuk jamiyyah dan warga NU sebagai landasan perjuangannya. IPNU akan menjadi sentrum kemajuan dan instrument pembangunan bangsa yang tangguh, yang mandiri dan bersikap moderat, yang keberadaannya benar-benar menjadi rahmat bagi alam semesta. Memastikan sistem input yang demikian adalah tanggungjawab IPNU.
C. Penutup
Sebagai sebuah sistem IPNU harus bekerja “base on system” bukan skill individu, bukan pula truh garis keturunan. IPNU harus menjadi lahan garapan yang subur bagi tumbuh kembangnya kader, bukan justru menjadi penghambat kader dalam penggalian potensi. Hal ini bisa dimulai jika IPNU mampu mengidentifikasi kerusakan sistem yang bekerja pada dirinya saat ini. Selanjutnya menyusu instrument organisasi yang kuat agar menjadi sistem yang mempu menghasilkan kader yang berkualitas. Selamat berjuang mengggarap kader menuju kemandirian.
Ahir ini, lingkungan (environment) menjadi perhatian masyarakat dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang. Perubahan lingkungan akibat intervensi manusia yang cukup tinggi, menyebabkan adanya kerusakan yang berdampak pada berbagai sisi kehidupan manusia di muka bumi. Intervensi manusia juga menyebabkan ancaman pada rendahnya tingkat pemahaman penduduk pada lingkungan.
Sebagai muslim, harapan dan menggantungkan Islam sebagai spirit kehidupan adalah suatu keniscayaan. Pengamatan yang dilakukan pada kalangan muslim professional di Indonesia menunjukkan adanya trend yang mengarah pada kondisi kemiskinan.
Generasi muda Islam yang mendapat kesempatan melakukan pengembangan potensi diri, jumlahnya cukup kecil.
Gejala pengenalan institusi pada kalangan masyarakat khususnya institusi tertentu yang banyak menge
Tantangan besar kaum intelektual adalah menjalankan problem dan misi kebangsaan sesuai dengan anjuran dan pemahaman kompetensi publik.
Apakah kebudayaan makro bernama agama ini akan terus dipertahankan, sebagai doktri yang melembaga, dan menjadi pemahaman kita demikian sempit untuk memahami agama lebih sebagai dorongan untuk berinovasi, dan menciptakan peradaban baru.
Ada saatnya umat Islam mengukur perkembangan dan tingkat pencapaian yang telah berhasil dilakukan.
Demikian dengan ulama, setidaknya umat Islam perlu mempertegas konsep diri muslim yang berkualitas. Muslim yang berkualitas dengan paradigm dan pandangan hidup yang moderat, tidak bisa diterima demikian saja sebagai sesuatu yang baru hadir ditengah kebijakan publik.
Islam sebagai ajaran, mengandung seperangkat nilai tentang keselamatan lingkungan. Dan sebagai pedoman hidup menuntut pengikutnya memelihara alam dan lingkungan, serta dari aspek perilaku menjadi teladan dalam melakukan pembinaan keselamatan lingkungan.
=============================
SEPUTAR NASIONALISME AWAL MASUK KAMPUS
“MAHASISWA BARU DAN MASA DEPAN INDONESIA”
Indonesia……………………………..
Kau layu, di tengah terjangan ombak dan kemelut masalah
Kau sunyi, bagai hutan belantara yang kejam dan saling memakan
Maka, semua tak mengagungkanmu, bahkan berusaha menghancurkanmu
dengan cara-cara halus
Kita ada untuk tetap membelamu, karena kita yakin jasa pendahulu lebih berarti bagi tebusan hutang budi kita pada negeri ini
(Agustus, 2010)
Selamat datang Mahasiswa Baru Universitas Indonesia maupun perguruan tinggi lainya di Indonesia Tahun 2010. Kami ucapkan selamat datang di "kampus rakyat". Kampus ini milik rakyat dan kita mengabdi untuk rakyat. Maka amanah rakyat adalah amanah utama yang prisip yang hendaknya kita pegang sebagai dasar kita, berkehidupan di kampus dan lingkungan akademis lainya.
Sudah selayaknya kita berkarya di bidang akademis dengan sebaik-baiknya, sebagai bukti bahwa kita yang telah diterima di Universitas Indonesia adalah insan cendekia, yang mampu berfikir jernih memahami pokok permasalahan bangsa. Sehingga hati kecil kita tergerak untuk memahami dan berusaha menyelesaikan dengan kemapuan kita. Itu kiranya layak, bagi mahasiswa baru yang masih sanggup mengidentifikasi dirinya sebagai kader pengisi pembangunan bangsa ke depan.
Adik-adik mahasiswa baru yang berbahagia, tidak lama lagi di Universitas Indonesia akan marak dan penuh kegiatan guna menyambut kalian. Mulai dari OKK, PSA FAkultas, maupun PSA Departemen, bahkan sebagian telah terlaksana. Lepas dari penilaian adik-adik terhadap kegiatan tersebut, tulisan ini berupaya memberikan pemahaman dan gambaran tentang kehidupan kampus yang sedang adik-adik jalani.
Jika kita amati, keterpurukan berbagai kebijakan di Negara ini yang sering terjadi ahir-ahir ini, nampaknya memiliki korelasi terhadap berbagai aktivitas mahasiswa. Seperti kenaikan Tarif dasar listrik dan kebijakan lain yang membebankan pundak rakyat. Ini jelas terjadi akibat, aktivitas dan gerakan mahasiswa yang makin tumpul beberapa tahun terahir. Pertanyaanya adalah ada apa dengan gerakan mahasiswa di kampus hari ini? Kenapa mahsiswa menjadi semakin tidak berdaya, terutama di kampus kita Universitas Indonesia.
Pertanyaan itu yang akan diulas dalam paparan ini, sebagai refleksi mahasiswa angkatan tua pada angkatan muda, terutama kalian yang baru memasuki Universitas. Kita sangat berharap, menjadi semakin kritis dengan kerja yang cerdas, agar upaya kita memahami masalah bangsa ini semakin tajam.
Kampus dan Indonesia ke Depan
Adik-adik mahasiswa baru yang berbahagia. Adik tentu menaruh harapan besar, ketika kuliah di Universitas ini. Apalagi dengan sandangan nama bangsa di pundak adik, bukan tidak musthil adik terus memimpikan diri adik menjadi pemimpin masa depan Indonesia.
Keinginan dan harapan itu, hendaknya terus dipelihara. Sebagai langkah awal yang perlu adik lakukan adalah berfikir dan bertidak secara kritis, serta jangan mudah menerima kondisi yang ada. Sebentar lagi adik-adik akan mengikuti berbagai kegiatan orientasi kampus maupun fakultas, dan adik-adik akan didampingi oleh kakak angkatan yang tentu belum adik kenal. Namun yang jelas, adik-adik akan mengamati berbagai kondisi yang kontradiksi, baik dari sisi nilai maupun perilaku yang ditunjukkan kakak angkatan kalian. Oleh karena itu, kunci utamanya adalah semua mahasiswa harus kritis, dengan membangun paradigma kritis ini kita menjadi tidak segan, jika muncul ketidakadilan, muncul kesalahan penggunaan wewenang, muncul pula proses penggunaan wewenang yang salah.
Berawal dari situ, adik-adik benar-benar akan menjadi lebih baik dari pada kita-kita atau teman aktivis sekarang yang gagal membawa kemajuan dunia pergerakan.
Perjuangan yang adik bayangkan, melihat mahasiswa sering aktif berdemo, tentu memicu pikiran adik-adik untuk ikut berkiprah, menjadi bagian dari elemen mahasiswa dan image mahasiswa dimasyarakat pada umumnya.
Kader-Kader Kerohanian & Hilangnya Kecintaan pada Tanah Air
Adik-adik tentu bisa memperhatikan, bagaimana cara kakak angkatan adik membina adik-adik yang sedang menjadi mahasiswa baru? Bagi yang tidak memiliki paradigm kebangsaan yang baik, menjadi panitia bisa jadi hanya ajang untuk melihat adik-adik angkatan yang cakep atau yang cantik untuk dikerjain, atau boleh jadi upaya untuk memenuhi CV, karena jadi panitia dapat sertifikat. Padahal perlu adik-adik sadari, moment ini adalah moment penegasan, siapa kalian? Apa peran kalian bagi bangsa Indonesia? Pilihan apa yang akan menjadi konsen kalian untuk bersama-sama membangun bangsa ke depan.
Perlu mahasiswa baru cermati, bahwa sebagian besar ‘aktivis – pengakuan mereka” adalah aktivis rohis, maka jika diamati lebih lanjut, banyak panitia yang mendampingi adik-adik, adalah berlatar belakang rohis. Akibatnya, banyak orientasi kehidupan kampus yang suasananya lebih dekat dengan kerohanian, terutama kerohanian mirip islam.
Jika dicermati lebih lanjut, banyak teman-teman panitia yang memiliki pemahaman agak radikal seperti; tidak mau mengibarkan bendera, dan tidak mau memberikan penghormatan pada bendera, karena menurut sebagian aktivis yang membina adik-adik, menghormat pada bendera adalah musyrik (itu cara pandang mereka), maka jangan heran para mahasiswa baru, selama proses orinentasi akan sangat jarang menjumpai “jiwa nasionalisme yang tinggi” justru sebaliknya, akan banyak asupan materi yang tidak terlalu baik untuk mendidik adik-adik menjadi genarasi bangsa yang cinta tanah air.
Belum lagi prosesi orintasi yang penuh dengan intrik lagu-lagu “totalitas perjuangan” dan “lagu-lagu lain” mirip perjuangan yang kadang tidak diperjelas dengan akar sejarahnya. Sehingga adik-adik mahasiswa baru benar benar menjadi ahistoris terhadap bangsanya sendiri,
Tentu kondisi diatas adalah kondisi yang sangat buruk bagi pemupukan semangat cinta tanah air, semangat pengakuan terhadap bangsa dan semangat melakukan pendidikan moral kebangsaan, yang hari ini kian miskin. Kondisi kritis ini, satu sisi benar-benar membuat keraguan dalam pikiran para maba, tentang ahistorinya lagu-lagu yang mereka nyanyikan, serta tidak adanya pencerdasan yang tepat bagi para mahasiswa.
Kewajiban kita adalah membela bangsa dengan segenap daya yang kita miliki. Hilangnya symbol kenegaraan – yang tentu akan kalian hadapi – merupakan awal yang buruk, bagi generasi bangsa yang memeliki sandangan mahasiswa. Energi dan semangat kebangsaan kemudian menjadi lusuh, dan kita akan tertawa melihat bangsa sendiri. Sungguh ironis, bahkan kita kemudian tidak sanggup lagi memulai untuk memperbaiki.
Sahabat mahasiswa baru yang kami banggakan, kegagalan kakak angkatan kalian, yang tidak memiliki progress yang jelas dalam pergerakannya, telah berakibat pada keterpurukan bangsa ini yang semakin berlanjut. Mahasiswa yang tumpul pemikiran yang selalu kita jumpai – adik jelas akan segera bisa mengamati – dari proses berjalannya kegiatan orientasi kehidupan kampus.
Penutup
Sebagai penutup, kita semua pasti rindu, menjadikan UI sebagai kampus peradaban dan miniature Indonesia yang sesungguhnya. Jika kita membayangkan UI sebagai satu-satunya kampus yang menyandang nama bangsa, tentu kita tidak rela, jika bendera merah putih tidak pernah kita kibarkan, bahkan bendera merah putih jauh dari aktivitas pengenalan kampus. Kita juga rindu pada lagu-lagu kebangsaan, yang mungkin hanya akan adik dendangkan di Balairung Universitas Indonesia.
Sungguh harus kita pahami, bahwa peran kita begitu dinanti, sikap tanggap dan kritis kita ditunggu oleh jutaan rakyat Indonesia. Namun sayang, kadang kita tidak mau memulai untuk mengkrisi dari hal-hal yang kecil. Termasuk proses pengkaderan yang dilakukan kakak-kakak angkatan kalian, yang menyandang dirinya sebagai aktivis.
Sebagai mahasiswa baru, kita berharap agar terjadi peningkatan kapasitas dan kualitas serta daya kritis yang lebih tinggi dibanding dengan angkatan sebelumnya. Dosa mahasiswa angkatan tua, sudah tidak seharusnya diwariskan pada angkatan selanjutnya, dan hal ini tidak akan mungkin terjadi manakala, daya kritis mahasiswa baru rendah. Untuk itu, mahasiswa baru harus memposisikan diri sebagai kader yang lebih kritis, dimulai dari menilai secara dini penanaman nasionalisme di kampus.
Banyak hal yang mesti dikritisi oleh mahasiswa baru terhadap angkatan yang lebih tua yang menjadi panitia di berbagai event penyambutan mahasiswa baru. Terutama sikap nasionalisme yang rendah, yang tidak tercermin dalam kurikulum pencerdasan yang kalian terima. Maka penting bagi kalian untuk selalu menanyakan apa fungsi dari setiap even dan jadwal yang dilangsungkan, jangan menjadi manusia yang tumpul yang tidak pernah memberikan perhatian pada hal itu? Insyallah berkah.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
MENJAGA KEUTUHAN TERITORIAL DENGAN MENJAMIN PEMERATAAN
Oleh: Ahmad Munir, 0706265150
Departemen Geografi FMIPA UI
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tantangan untuk menjaga keutuhan Republik Indonesia ke depan jelas semakin berat. Kondisi ini diperlihatkan dengan adanya konflik horizontal dan konflik verikal yang cenderung meningkat. Dalam aspek lain, tingkat kerawanan dan perlawanan daerah-daerah semakin meningkat. Jika tidak dicermati sebagai masalah serius, ancaman keutuhan jelas akan meningkat pada beberapa decade mendatang.
Upaya memelihara keutuhan Republik Indonesia juga menjadi catatan khusus pada pidato presiden. Dari paparan yang disampaikan, keprihatinan besar bangsa Indonesia saat ini dalam menghalau permasalahan persatuan.
Permasalahan yang sedang dihadapi saat ini, diantaranya; kesenjangan tingkat kesejahteraan antar beberapa daerah di Indonesia, rendahnya mutu dan kesadaran beridiologi sebagai kesepakatan awal, dan rendahnya minat publik untuk menjangkau akses terhadap pemerintah.
Tulisan ini membahas pokok perkara diatas dengan pendekatan asumsi regional, sebagai sebuah disiplin yang berusaha menjamin kepastian pemerataan menurut ukuran dan takaran pembangunan yang sedang dijalankan.
B. Identifikasi Masalah
· Ancaman terhadap keutuhan Republik Indonesia pada masa mendatang?
· Tantangan dari aspek ideolgi
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
D. Pembahasan
a. Kerugian Akibat Kelemahan Kedaulatan Teritorial
b. Pendekatan Regional
Klasifikasi masyarakat sejahtera yang harus dipertimbangkan menurut pendekatan sektoral, namun terintegrasi dalam pandangan regional.
Sejauh ini kajian sektoral bergerak sangat cepat, yang tidak diimbangi dengan wawasan keruangan yang tepat. Sebagai akibatnya, kesejahteraan tetap tidak terdistribusi dalam tatanan keruangan.
E. Penutup
a. Kesimpulan
Cara pandangan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam masih menggunakan cara pandang sektoral. Pendekatan ini pada aspek positif mendukung penerimaan Negara dalam jumlah besar, tanpa diketahui berbagai sektor. Namun demikian, upaya untuk mengenali pembiayaan nasional dari aspek ini dipandang rendah oleh masyarakat.
Tantangan yang dihadapi dari aspek ini, pemerintah akan menjadi semakin sulit mengelola asset-aset Negara dan sumber daya alam di daerah, dengan kemampuan yang terbatas.
b. Saran
c. Rekomendasi
==================================
Oleh: Ahmad Munir, Redaksi NU Online di UI
Mahasiswa Geografi Universitas Indonesia
UI Depok (15 Juli 2010) – Kepedulian PMII UI terhadap angka korupsi di Indonesia yang makin parah, diwujudkan dalam sebuah tindakan penyadaran di kalangan aktivis dan insan akademisi. Pengajian bertajuk “Jihad Melawan Korupsi” telah dilangsungkan pada malam jumat, 15 Juli 2010. Hadir sebagai penceramah umata Prof. Dr. KH Said Agil Siradj, MA (Ketua Umum PBNU), Drs. Ahmad Djauhari, M. Si (Dirjen Penerangan Agama Islam), Prof. Dr. Muhammad Hikam (Ketua Program Vokasi UI), Dr. Basyuni Imaduddin (Dosen Sastra Arab), dan Banyak dosen dari keluarga Nahdiyyin di Universitas Indonesia.
Acara dimulai dengan Tahlil untuk Almarhum Dr. Idham Kholid (Ketua Umum PBNU Periode 1956-1984) yang dipimpin oleh sabahat-sahabat Nahdiyyin dari Tegal. Selanjutnya sambutan oleh KH Ahmad Jauhari, sebagai pengasuh pesantren. Beliau menagaskan bahwa untuk memperbaiki Indonesia ke depan, mesti diperbaiki mahasiswanya. Oleh karena itu, peran mutiara bangsa sebagai pesantren yang diasuhnya, ingin mewujudkan hal tersebut. “Mahasiswa yang cerdas intelektualnya, tetapi juga cerdas moralnya” tutur beliau.
Dr. Muhammad Hikam, Pembina mahasiswa NU di UI menyatakan kebahagiaanya, banyak mahasiswa UI yang mulai aktif melakukan aktivitas keagamaan khas tradisi muslim Indonesia seperti Yasinan, Tahlilan, Istighosal, ratiban dsb. Hal tersebut positif dan hendaknya mendapat dukungan dari semua kalangan. Dr. Muhammad Hikam juga mensosialisasikan tentang beberapa kebijakan UI ke depan, dan beliau mengharap agar warga di sekitar UI mendukung program tersebut sebagai upaya membangun bangsa Indonesia.
Pada acara ini, penceramah utama yakni Prof. Dr. Said Agil Siradj, MA (Kyai Said). Kyai said mengulas sejarah peradaban Islam yang berkualitas.
Kyai Said memberikan solusi praktis dalam rangka memperbaiki krisis moral yang melanda bangsa Indonesia. Tradisi NU “Yakni Tahlilan di Kampung adalah media yang tepat untuk memperbaiki moral bangsa” adalah medium yang tepat. Bangsa Indonesia bias membuktikan, kampong yang sering tahlilan dan tidak sering tahlilan tentram yang mana?
Kyai said menyatakan kebanggaanya pada adik-adik PMII yang terus melakukan perjuangan menegakkan agama Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, Walaupun antusiasme beliau untuk hadir ceramah di Universitas Indonesia belum terlaksana. “Ini wujud kepedulian pak Said pada mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri, yang pada saatnya nanti akan berperan sebagai penerus pembangunan bangsa” tutur Munir, sekum PMII Cabang Depok.
Acara ini mendapat sedikit kendala terutama perijinan tempat. H. Abdur Rohman, Ketua PMII Cabang depok menyayangkan pihak UI yang tidak memberikan keleluasaan bagi aktivitas mahasiswa. Kesalahan prosedur mestinya tidak menghambat niat baik mahasiswa untuk memperingati Isra Mi’raj, yang makna sesungguhnya adalah menghidupkan nilai-nilai Islam.
Ahmad Munir, sekretaris umum PMII Cabang Depok selaku panitia menuturkan “Menurut saya NU masih menjadi solusi untuk krisis moral bangsa saat ini, korupsi adalah muara dari krisis moral yang tidak terkontrol. Tradisi NU di kampung tidak banyak tercermin dalam kehidupan modern, yang semakin menjerumuskan orang pada sifat Individualistis, sehingga rendah kontrol sosial”. Pribadi pak said cerminan dari pribadi muslim yang penuh dengan ilmu, sehingga teladan ulama saat
Munir juga menuturkan “dukungan Kyai Said sangat berharga bagi kami yang NU yang di UI”.
Acara diahiri dengan Penyerahan Kenangan oleh Abdur (Ketum) dan Munir (Sekum) kepada Prof. Dr. Said Agil Siradj, MA. Selanjutnya kenang-kenangan balik oleh Prof. Dr. Said Agil Sirajd, MA pada PMII UI Depok 7 buah buku karya beliau yang terbaru. “Kyai said cerminan ulama nasional yang produktif, yang karyanya patut diperhitungkan dalam referensi keislaman, sekarang banyak penulis buku agama, atau penceramah agama yang tidak menguasai ilmu agama tapi banyak menulis, beda dengan kyai said yang kapasitas keimuanya mumpuni, sayangnya UI jarang mengudang beliau” Tutur Woro, Kader PMII UI. Lebih lanjut sahabat Hasyim menuturkan “Seandainya pak Said banyak ceramah di UI, saya yakin akan lebih banyak mahasiswa UI yang ikut yasinan tiap malam jumat, mengingat yasinan bias menjadi control social yang baik”.
----------------------------------------------------------------------------------------------------