Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

Manusia dalam filsafat

PEMAHAMAN TENTANG MANUSIA SERTA PERAN DAN FUNGSINYA

Oleh: Ahmad Munir

 

Apa yang bisa ketahui dan pahami bahwa kita sebagai manusia?

Manusia adalah “apa” dan “siapa”. Prinsip keapaan manusia kita sebut sebagai materi atau kejasmanian manusia, sedangkan prinsip kesiapaan kita menyangkut roh.  Maka manusia mengandung oposisi-oposisi dalam dirinya. Ia adalah roh yang bermateri. Demi materialnya maka ia menempati ruang dan waktu. Demi kamaterialanya juga manusia menjadi individu, suatu tingkatan atau organisme mahluk yang mengalami perkembangan/pendewasaan.

Kita sadar akan waktu dan terkurung dengan waktu tetapi kita juga berusaha mengatasi waktu. Sedangkan hewan yang lain hanya terkurung oleh waktu dan tidak mengatasinya. Artinya manusia sadar akan dua hal kejadian yang lalu dan yang akan datang. Manusia sadar akan ruh, tetapi juga sadar merupakan barang yang berbadan. Sehingga manusia mampu berefleksi untuk memahami dinamika dan perubahan yang setiap saat terjadi. Manusia adalah pribadi yang harus berkembang menjadi kepribadian. Kepribadian berarti berdaulat, berarti memiliki kemerdekaan dalam tingkatan kesempurnaan yang tinggi. Hidup manusia harus merupakan evolusi menuju kesempurnaan. Dengan demikian, setiap manusia adalah factum atauterbentuk.

Manusia adalah pribadi (person), Ia memiliki dirinya sendiri. Ia memiliki berkuasa, berdaulat, berwibawa atas dirinya sendiri. Artinya konstruksi manusia berbeda dengan mahluk lain. Manusia tidak dapat memungkiri ke-aku-an yang fundamental ini, yakni mengerti akan dirinya sendiri dan mau (cinta) dirinya sendiri. Kita dapat membuktikan pribadi manusia dengan melihat: 1) otonomi dalam kegiatan atau aksi manusia 2) kerohanian manusia sebagai sumber keluhuran 3) Beragam. Ketiga bukti ini tidak dimiliki makluk lain seperti hewan atau tumbuhan.

Sebagai pribadi walapun manusia dikatakan berdiri sendiri dan berdaulat, akan tetapi sebenarnya tidak sempurna. Sebab tidak dapat dipungkiri, berdiri sendiri manusia adalah bagian dari keseluruhan dari suatu momen/peristiwa evolusi yang mahabesar. Ia tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada barang lainnya. Oleh karena itu, manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, hidup bersama-sama itu berarti mengurangi kesempurnaannya sebagai individu. Sebagai individu ternyata manusia dapat tenggelam, jika tidak ditopang oleh yang lain. Misalnya seorang Ibu bisa meninggal ketika melahirkan atau seseorang bisa meninggal akibat kelaparan.  Sehingga semua pertentangan antara individu dan masyarakat menemui siblimasi dalam perbuatan. Makin sempurna manusia sebagai kepribadian, makin sempurna pula ia dalam hidup bersama/bermasyarakat.

Manusia yang berdiri sendiri ternyata tidak dari sendiri. Jika dipandang dari sisi horizontal atau hubungan manusia dengan manusia, maka berdiri sendirinya manusia tidak sempurna, karena membutuhkan bantual dari yang lain (zoon politicon). Selanjutnya jika kita pandang dari sisi vertikal atau hubungan manusia dengan tuhan, ternyata adanya manusia merupakan sebuah proses penciptaan. Adanya adalah karena tercipta yang diluar kewenangan dirinya sendiri, akan tetapi kehendak yang maha mencipta. Jika kita berfikir terus menerus, sampai pada kesimpulan bahwa ternyata manusia “menerima” adanya. Ada hal dalam diri manusia yang tidak dikendalikan oleh manusia dan merupakan pemberian sang pencipta. Misalnya: cacat, kematian dan harapan yang tidak kunjung tercapai.

Manusia ahirnya dapat digambarkan dalam hal yaitu: 1) manusia adalah mahluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri, mahluk badani yang harus menjalankan hidupnya di dunia 2) Manusia juga berada dalam alam kodrat, dia merupakan satu kesatuan dengan alam, tetapi berjarak 3) Manusia selalu hidup dan mengubah dirinya dalam arus situasi yang konkret.

 

Peran dan fungsi apa yang bisa kita lakukan, sehingga kita benar menjadi manusia yang berwatak manusiawi?

Manusia adalah antara roh dan material (dwi tunggal) yang memiliki hukum berlainan. Ini merupakan kodrat yang memiliki hukum berlainan. Manusia sebagai materi menerima paksaan dari hukum-hukum biologis. Mulai tumbuh dari yang sederhana/muda menjadi yang kompleks/dewasa.

Manusia adalah mahluk badani dan sebagai mahluk badani dia harus menjalankan hidupnya di dunia. Dia harus bersikap, bertindak, bergerak dan bekerja (mengolah hidupnya). Manusia itu semula tidak berdaya, sehingga pada mulanya manusia benar-benar tidak berdaya. Daya dan kemampuan insani hanya tumbuh dan berkembang lambat laun seiring pertumbuhan badan. Dengan demikian, kemampuan manusia menjalankan peran dan fungsinya sebanding dengan pertumbuhan jasmani dan rahoni manusia. Keduanya bukan sesuatu yang berjajar, tetapi merupakan satu kesatuan, sehingga perkembangannya adalah manusia yang utuh.

Peran dan fungsi manusia yang berwatak manusiawi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1)      Menjadi Pribadi yang harus berkembang menuju kepribadian

Keluhuran manusia sebagai pribadi terletak pada kedaulatan atas dirinya sendiri. Dengan demikian, kesempurnaannya terletak pada menentukan dirinya sendiri, memastikan perbuatannya dengan merdeka, menentukan nasibnya sendiri dengan memilih sendiri, bebas merdeka dari paksaan dan tekanan.  Namun kemudian kenyataan seakan memungkiri pernyataan kita diatas. Pribadi manusia supaya betul-betul menjadi pribadi harus memiliki kepribadian. Manusia memiliki kemungkinan yang kongret akan kepribadiannya atau menjadi sebaliknya atau antitesisnya, lebih lebih keji dari hewan.

Dengan demikian, pribadi manusia dalam bentuk jasmani dan rohaninya harus difungsikan untuk membentuk kepribadiannya yang luhur. Berdasarkan jasmaninya manusia benar-benar mahluk jasmaniah. Dia dapat menjalankan fungsinya dengan menyatukan diri dengan alam jasmani. Dengan demikian, manusia harus menggunakan bahan-bahan jasmani pula untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, prestasi-prestasi yang insani seperti kesenian, teknik dan ilmu pengetahuan tidak mungkin jika manusia melaksanakan segala fungsinya tanpa makan yang cukup. Namun demikian, manusia juga harus menyadari bahwa perkembangan jasmani lambat laun akan menua dan mencapai puncak perkembangannya. Dan karena fungsinya makin berkurang, maka suatu waktu fungsi jamaniah manusia akan berhenti.

Selanjutnya, fungsi manusia kedua adalah fungsi roh, yang mengilhami keluhuran manusia. Keluhuran manusia sebagai capaian dari fungsi rohani, menghasilkan produk cipta, rasa dan karsa. Dengan demikian, fungsi manusia yang utuh ialah yang bisa menjalankan fungsi kehidupan pada peran jasmani dan rohani yang sehat.

 

2)      Menjadi Dorongan rohani dan dorongan jasmani yang manusiawi

Manusia yang berwatak manusiawi selalu mampu memicu dorongan dari dalam dirinya, tetapi memahami bahwa dorongan spiritual (ruhani) dan dorongan jasmani merupakan satu kesatuan. Dorongan manusiawi jika manusia ingin melakukan hubungan biologis, akan tetapi lebih manusiawi jika dilakukan terhadap pasangan yang sah, sehingga tidak merugikan yang lain. Sama halnya, dorongan ingin kaya, tetapi tidak dengan melakukan korupsi dan perilaku menyimpang lainnya. Ini merupakan watak manusia yang manusiawi. Dengan teori atau tanpa teori, semua orang tentu membenci korupsi, pembunuhan, pencurian, perampokan dan lain sebagainya. Karena kita tahu, kesemuanya itu bertentangan dengan kesusilaan yang manusiawi.

 

3)      Manusia sebagai dinamika

Manusia tidak pernah berhenti dan selalu dalam keaktifan. Kodrat ini memiliki hubungan pada fungsi manusia secara spiritual. Kesadaran manusia juga tumbuh seiring dengan tumbuhnya jasmani manusia. Maka untuk menjalankan fungsi yang bersamaan terdapat kaidah “Mens sana in Corpore Sano” atinya dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Keduanya menjalankan fungsi secara bersamaan.

Dinamika manusia berarti kekuatan untuk menggerakkan dan bergerak, mendorong kea rah mana manusia bergerak. Dinamika manusia itu menentukan kita dengan sesame, atau dinamika itu memperlihatkan manusia, kesatuan manusia dengan sesame dunianya. Dinamika selalu berusaha mengalahkan rintangan. Rintangan tidak akan habis, maka hidup manusia selalu berupa pergulatan dengan perintang.

Dengan demikian, peran manusia sebagai dinamika adalah mendinamiskan diri, untuk terus bergerak, terus aktif dan melakukan pendidikan, untuk menjalankan fungsi baik memenuhi kebutuhan hidupnya maupun meninggikan derajat keluhurannya. Kekuataan dinamika manusia juga selalu mencari yang mutlak. Ada sebagian pikiran, keinginan yang tidak dipenuhi pada pergaulan dan pergulatan antar sesama manusia. Jadi ahirnya, dinamikan manusia yang tertinggi adalah dinamika kepada tuhan.

Melihat dinamika manusia maka ada dua unsur yang diperankan manusia yaitu unsur kognitif (pengertian) dan unsur apetitif (pengambilan). Unsur ini menyebabkan manusia mengusahakan apa yang dia mengerti, dan mengambil apa yang dia mengerti. Kedua unsur ini mengantarkan manusia pada sifat manusiawinya. Di satu sisi, dia mengerti yang baik dan menjalankannnya, tetapi di sisi lain memahami yang baik tetapi bertindak yang buruk. Dilema antara pengertian dan pengambilan, ini menentukan watak manusia, dalam kodrat yang manusiawi atau yang hewani.

Rumusan dari dinamika terahir adalah manusia sebagai totalitas. Bahkan manusia menangkap sesuatu sebagai totalitas. Bersama itu juga kita menangkap bahwa totalitas manusia itu beragam. Orang gila tidak mampu menangkap sesuatu sebagai totalitas. Ada suatu yang dinamis yang dipandang tidak lengkap oleh orang gila. Dengan demikian, dinamika yang dipandang secara total menjadikan manusia semakin manusiawi dalam memandang sesuatu secara utuh dan terintegratif.

 

4)      Kemerdekaan yang harus dimerdekakan

Manusia selalu mengupayakan kemerdekaannya. Kemerdekaan adalah kebebasan dari ikatan artinya kekuasaan untuk menentukan diri sendiri, untuk berbuat atau tidak berbuat. Jadi subyek yang merdeka itu, yang memiliki kekuasaan, dengan mana ia menguasai dirinya sendiri dan perbuatannya.

Kemerdekaan selalu bermuara pada kemampuan mengatasi masalah kemanusiaan. Kemerdekaan juga bermakna mengendalikan diri sendiri. Konsepsi ini jika diterapkan pada kasus, orang melakukan tindakan korupsi, maka kemerdekaan diri juga berarti ia mampu menjiwai dirinya untuk tidak tergoda dengan suap dan sebagainya. Dengan demikian, sesungguhnya kemerdekaan mampu menjiwai sifat manusia yang manusiawi apabila ia mampu mengendalikannya.

Dengan demikian, fungsi kemerdekaan manusia itu juga berdasarkan pada ikatan kodratnya. Dengan demikian kemerdekaan manusia yang manusiawi adalah manusia yang merdeka, tetapi membatasi kemerdekaanya sesuai dengan ikatan kodratnya, baik terhadap sesame manusia maupun kemerdekaan dari ikatan terhadap tuhannya.



-ssss--

 

PENGGUNAAN TANAH SEBAGAI ALAT UNTUK MENGEMBANGKAN EKONOMI UMAT

Oleh: Ahmad Munir

 

1.      Pendahuluan

a.      Latar Belakang

Perkembangan isu mengenai koflik tanah di Indonesia makin membesar. Tanah sebagai objek vital dalam pembangunan, terus menerus menjadi faktor utama dalam konflik sosial. Terahir berkembang Kasus Mesuji di Provinsi Lampung dan konflik agraria lainnya di berbagai daerah lainnya di tanah air. Beberapa kasus mengenai pertanahan melibatkan banyak kepentingan, sehingga proses penyelesaiannya selalu mengalami hambatan dan tidak kunjung selesai. Ditambah landasan peraturan yang tumpang tindih (overlay) sehingga menyebabkan kasus pertanahan makin banyak dan tidak mudah untuk diselesaikan.

Hal ini menjadi problem besar bagi umat, karena pada dasarnya setiap individu menginginkan adanya kepastian hukum, untuk mengikat berbagai pihak agar konflik tanah dapat segera diselesaikan. Sehingga tanah dapat kembali pada kedudukannya yang semula, yakni menjadi salah satu faktor ekonomi penting, untuk mereproduksi berbagai barang dan jasa, guna memenuhi hajat hidup masyarakat banyak.

Oleh karena itu, perlu kajian yang lebih rinci dalam berbagai perspektif untuk melihat tanah sebagai objek yang didudukkan pada posisi yang tepat, baik dari sudut pandang ekonomi, sosial maupun agama, sehingga kedudukan tanah sebagai faktor kemajuan ekonomi suatu umat dapat diperankan secara optimal. Makalah ini berusaha menjelaskanya secara deksriptif dan analitik untuk menjawab masalah tersebut.

b.      Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, akan diulas bagaimana peran dan fungsi tanah dalam pengembangan ekonomi umat. Beberapa pertanyaan yang diajukan dalam tulisan ini sebagai berikut:

1.      Bagaimana pemanfaatan sumber daya tanah menurut konsepsi negara dan hukum agama?

2.      Bagaimana seharusnya peran Islam dalam mengatur sumber daya tanah?

c.       Batasan Masalah

ü  Tanah adalah unsur ruang permukaan bumi yang menjadi faktor penentu produksi yang bisa menghasilkan nilai tambah baik untuk produk barang maupun jasa.

ü  Penggunaan Tanah adalah segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan manajemen, pengolahan dan pemanfaatan tanah dengan segala unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.

ü  Ekonomi umat adalah ekonomi yang mendasarkan pada keterlibatan umat untuk memanfaatkan tanah, baik secara perseorang maupun kelompok yang merujuk pada ketentuan-ketentuan syariat Islam.

 

2.      Pembahasan

Jumlah mayoritas umat muslim di Indonesia adalah petani. Hal ini didasarkan pada jumlah mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian petani, yang sangat menggantungkan pada tanah sebagai faktor penentu besaran produksi. Dalam hal ini, pemanfaatan dan penggunaan tanah pada dasarnya dibatasi oleh aturan-aturan, baik yang bersumber dari aturan-aturan negara maupun yang bersumber dari aturan agama.

Dalam konteks pemanfaatan, secara prinsip tanah difungsikan oleh Negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Namun demikian, rakyat dituntut untuk menjaga dan memeliharanya, serta mencegah berbagai aspek yang menimbulkan kerusakan. Negara dalam hal ini telah mengatur regulasinya, yang tentu mempertimbangkan berbagai aspek dalam penyusunanya.

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1960 pasal 2 menyebutkan: “wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara digunakan sebesar-besarnya untuk mencapai kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dari Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur”. Aturan ini menegaskan landasan filosofis penggunaan tanah oleh siapapun yang diberi wewenang oleh Negara harus berfokus pada satu tujuan yaitu mencapai kemakmuran rakyat. Dalam fungsi ini berarti siapapun yang memegang kuasa hak atas penggunaan tanah, berhak menggunakannya untuk sebesar-besarnya bagi kemakmurannya.

Secara ekonomis, nilai tambah tanah sebagai faktor produksi dapat dikembangkan dalam beragam produk. Tanah dapat dikembangkan untuk properti, untuk perkebunan, untuk pertambangan, infrastruktur, pertanian dan lainnya. Kegunaan tanah yang beragam ini mendorong umat banyak meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, yang pada ahirnya prinsip ekonomi berlaku dominan atas tanah, yakni mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari modal yang sekecil-kecilnya. Kondisi ini telah menyeret tanah menjadi objek konflik yang panjang, mengingat perlakuan terhadap objek tanah yang demikian bertentangan dengan aturan Negara maupun aturan dalam agama.

 

Pemanfaatan Sumber Daya Tanah

Dalam konteks keumatan, tanah sering diperebutkan oleh berbagai pihak, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat dan Negara. Dalam konteks keluarga, terutama dalam pembagian tanah oleh pewaris kepada ahli waris sering dijumpai konflik yang disebabkan oleh tanah. Kasus yang umum terjadi antara lain: ketidakharmonisan  hubungan antar anggota keluarga atau kerabat, akibat perebutan hak atas tanah, serta status kepemilikan tanah ganda.

Merujuk dalam aturan Islam, maka tanah mestinya dikelola oleh anggota keluarga dan hasilnya diperuntukkan sepenuhnya untuk kebermanfaatan anggota keluaga, sehingga tanah menjadi alat yang dapat menentukan masa depan anggota keluarga, sehingga menjadi bermanfaat secara berkesinambungan bagi masa depan umat. Bahkan Islam membolehkan bekerjasama dalam aspek pengelolaan tanah, antara pemilik tanah dengan penggarap tanah.

Namun demikian, memperhatikan masalah umat salah satunya adalah kemiskinan, maka ekonomi umat mestinya tersusun dalam bentuk tersedianya lahan bertani yang cukup, serta jaminan atas hasil usaha bertani yang optimal. Ukurannya kemiskinan adalah Human Poverty Index (HPI) dari PBB yang menyebutkan beberapa indikator kemiskinan antara lain: rata-rata harapan hidup, kuota melek huruf, ketersediaan air, jumlah anak yang memiliki badan di bawah normal. Dari beberapa variable kemiskinan tersebut, beberapa dapat diselesaika apabila sumber daya tanah tersedia. Kondisi tanah serta unsur yang terkandung didalamnya menjadi penentu ekonomi umat. Tanah yang subur memungkinkan umat mengembangkan pertanian, yang menghasilkan berbagai macam produk pangan. Ini dapat menuntaskan masalah kemiskinan di kalangan umat.

 

Peran Islam Dalam Konteks Regulasi Tanah Di Kalangan Umat

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, dalam konteks tanah tentu menginginkan tanah sebagai objek vital ekonomi mendapat perhatian serius, dan Islam menjadi salah satu agama yang tegas dalam memberikan batasan pemanfaatan tanah, baik sebagai objek maupun sebagai subjek. Merujuk dalam aturan Islam, maka tanah mestinya dikelola dengan sebaik-baiknya untuk berbagai peruntukan terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Dalam islam misalkan diajarkan tentang konsep Shodaqoh Jariyyah (pemberian harta untuk peruntukan tertentu, yang aspek kebermanfaatannya jangka panjang). Konsep tersebut sangat sesuai untuk kasus penggunaan tanah, yang pemanfaatannya di peruntukkan untuk fasilitas umum, pejunjang ekonomi umat. Misalnya pembangunan jalan alternatif, atau pembangunan gedung yayasan pendidikan dan sebagainya. Dan banyak kasus lainnya, yang secara konsep sangat tepat untuk berbagai aturan yang sesuai dengan syariat Islam.

Dalam aturannya Islam juga telah menegaskan bahwa pembagian hak atas waris terutama objek tanah dibagi menurut aturan laki-laki dan perempuan (gender). Islam mendudukkan gender dan keturunan (nasab) pada faktor yang sangat penting. Dengan demikian, Islam berusaha menempatkan aturan secara tegas atas kepemilikan tanah.

Dalam pandangan ini, Islam telah melihat tanah sebagai faktor ekonomi penting, yang juga menduduki peran dan fungsi lain seperti fungsi sosial dan fungsi lingkungan. Oleh karena itu, pandangan progressif yang berkembang, terhadap objek tanah harus diselaraskan terhadap pandangan agama.

Gambar: Bagan Peran agama dalam lingkup penggunaan tanah di kalangan umat.

 
 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Sumber: Analisis Penulis, 2013

 

Secara objektif dapat dikemukakan, pemanfaatan tanah untuk lingkup ekonomi sosial dan lingkungan harus berimbang. Memang saat ini, terjadi kecenderungan objek tanah dalam pandangan agama, ditempatkan hanya satu bagian dari konsepsi penggunaan tanah pada bidang sosial misalnya untuk bangunan masjid dan tempat ibadah lainnya.

Padahal idelanya bagi umat Islam, objek tanah sebagai objek vital dalam kedudunya di lingkup ekonomi sosial dan lingkungan, mestinya ditempatkan berimbang. Oleh karenanya, perubahan mendasar yang harus dicapai umat Islam adalah menempatkan agama sebagai lingkup terpenting yang menjadi faktor dominan, untuk menjalankan dan mengembangkan fungsi-fungsi yang lain, dan menjadi tanah sebagai objek yang menududuki kedudukan penting dalam agama. Misalnya, membagikan tanah untuk anak keturunan sesuai hukum Islam. Ini untuk mejembatani peran dan fungsi kepemimpinan seorang laki-laki dalam mengelola modal ekonomi suatu keluarga.

Pada ahirnya, pemahaman ini menuntut segala aspek regulasi yang berkaitan dengan tanah oleh umat Islam akan ditempatkan pada lingkup agama sesuai dengan fungsinya. Pasal 15 UUPA tahun 1960 pasal 15 menyebutkan “Memelihara tanah termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah  itu, dengan memperhatikan pihak ekonomi yang lemah”. Ketentuan ini bersesuian dengen ketentuan Islam yang menghendaki pengusaan atas tanah dibatasi, artinya tidak berlebihan serta menempatkan aspek lingkungan sebagai faktor utama.

Dengan demikian, dalam aturannya Islam telah memberikan aturannya  yang komprehensif, tidak hanya melihat tanah sebagai faktor ekonomi, tetapi juga memperhatikan dari aspek sosial dan lingkungan, yang tidak lain merupakan ukuran kemajuan ekonomi umat yang sesungghnya. Islam mengupayakan kesejahteraan lewat tanah dan tidak menghendaki kerusakan terjadi serta tidak membiarkan kesenjangan sosial muncul dalam aturanya.

 

Optimalisasi Fungsi Tanah Untuk Ekonomi Umat

Peruntukan tanah untuk berbagai fungsi yang ideal cenderung meningkat, akan tetapi ia hanya berkembang pada kalangan tertentu, seperti kalangan pembisnis dan peran pemerintah. Dalam hal ini, sedikit optimalisasi tanah yang difungsikan oleh umat, yang dikelola menurut prinsip bagi hasil (musyarakah). Karena itu, tanah menjadi tidak berfungsi optimal dalam mengentaskan berbagai problem umat, terutama kemiskinan dan ketertinggalan.

Tanah selanjutnya harus diredistribusi ulang (reforma agraria), terutama tanah-tanah di lahan tidur, baik yang tidak dikelola pemerintah maupun swasta. Dalam kondisi ini, jumlahnya relatif terbatas namun dapat dioptimalkan untuk peran-peran peningkatan ekonomi umat di suatu wilayah. Ijin kegiatan tambang maupun perkebunan yang mencapai 25-30 tahun perlu ditelaah ulang dari sisi ekonomi kerakyatan (ekonomi umat). Kesesuaian pengguaan atas hak guna tanah selama itu, tentunya tidak sesuai dengan kaidah agama.

Pada beberapa daerah muncul kasus, ijin pemerintah yang berlebihan peruntukan tanah untuk berbagai industi yang menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan. Secara tidak langsung merugikan bagi keberlanjutan fungsi tanah, sehingga diperlukan aturan untuk mengontrol fungsi tanah secara ekonomi. Minimal dilakukan pembatasan ijin untuk berbagai usaha, akan tetapi tanah juga perlu dioptimalkan untuk berbagai fungsi yang menyangkut hajat hidup umat, di luar konteks ekonomi, yakni peran-peran sosial dan lingkungan.

 

3.      KESIMPULAN

Kemajuan ekonomi umat sangat dipengauhi oleh regulasi negara dan aturan Islam atas tanah. Penggunaan tanah sebagai alat untuk mengembangkan ekonomi umat tidak lain adalah penggunanaan tanah yang merujuk pada aturan syariat. Penggunaan tanah yang tidak merujuk pada hukum Islam cenderung mengabaikan hak –hak umat atas tanah.

 

Daftar Rujukan

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. 1997. Fiqih Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Agama.                                                                                                                       

Sandy, I Made. 1967. Geografi Regional Republik Indonesia. Jakarta: PT Indograf Bhakti.

Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang “PenggunaanTanah”. 

 

 

 

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free