Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

Kemajuan Pendidikan Islam ASEAN


KEMAJUAN PENDIDIKAN ISLAM ASEAN SEBAGAI MODEL MODERATISME PENDIDIKAN ISLAM DUNIA

Oleh: Ahmad Munir, Pendiri Kedoe Institute

A. Pendahuluan

Asosiation of South East Asian Nation (ASEAN) adalah kawasan negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki kesamaan tujuan dan kesamaaan latar sejarah, sosial dan budaya bangsanya. Titik temu ASEAN sebagai wadah negara dan bangsa di Asia Tenggara tidak lain adalah kesamaan visi untuk kesejahteraan dan keamanan hidup bersama serta menjalin kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya pendidikan. Pada bagian tertentu, pendidikan menjadi jembatan kepentingan antar negara ASEAN. Pendidikan menjadi kunci, dikarenakan posisi pendidikan yang dapat netral dari kepentingan politik kekuasaan dan kepentingan ekonomi tiap negara. Kerjasama dalam bidang pendidikan juga menjadi kunci untuk keberlanjutan kerjasama ASEAN.

ASEAN sendiri sebagai kawasan territorial memiliki posisi strategis dalam percaturan ekonomi dunia, selain sebagai sumber bahan baku dan tenaga kerja pada bidang industri, ASEAN juga memiliki posisi sebagai pasar potensial berbagai barang dan jasa dunia. Jadi secara ekonomi, tidak dapat dipungkiri negara industri dan negara maju lainnya berkepentingan terhadap ASEAN.

Pada Tahun 2025 diprediksi umat Islam di dunia akan mencapai 30% terhadap populasi dunia. Perkembangan Islam juga muncul di dunia barat utamanya Eropa dan Amerika. ASEAN menjadi wadah bagi 20% umat Islam dunia. Islam dengan tipologi cenderung moderat, menerima perbedaan, bahkan berbaur dengan tradisi dan budaya lokal, sehingga tumbuh sebagai Islam dengan karakter yang khas. Umat Islam di kawasan ASEAN juga tidak banyak terlibat dalam konflik kepentingan dalam jangka panjang. Ringkasnya, Islam tidak menjadi masalah secara ideologi dan tidak bertentangan terhadap konstitusi negara.

Permasalahan justru muncul pada ruang konflik sosial. Beberapa kasus terorisme muncul di beberapa wilayah di Asia Tenggara. Beberapa kasus yang tampak dipermukaan antara lain; konflik Marawi, Konflik Ambon, Konflik Rohingnya dan konflik Aceh dan lain-lainnya. Tingkat konflik antar suku, ras dan agama relatif lebih rendah dibanding bangsa-bangsa lain di dunia. Posisi konflik yang muncul, justru lebih disebabkan oleh faktor eksternal, yang dihembuskan oleh pihak lain dari unsur luar. Utamanya setelah banyaknya masuk ideology dan gagasan transnasional.

Berdasarkan pada kedudukan ini, ASEAN menjadi kawasan dan komunitas yang sangat penting, utamanya dalam memainkan peran menjembatani perdamaian dunia. Moderasi Islam di ASEAN diduga dapat menjadi jembatan model Islam yang damai di berbagai belahan dunia. Islam yang dapat bersanding dengan budaya dan tradisi, tanpa ada yang merasa tersisihkan. Secara tidak langsung, model Islam yang demikian adalah hasil dari pendidikan Islam di kawasan ASEAN. Secara umum, model pendidikan Islam yang dikembangkan di lembaga pendidikan ASEAN adalah pendidikan moderasi, dengan gagasan utamanya menghindarkan pendidikan pada gagasan yang berbau radikalisme dan ekstrimisme.

Pada saat sama, kondisi negara-negara di Kawasan Timur Tengah dengan basis penduduk muslim, justru dilanda konflik berkepanjangan. Tentu, ini akibat dari proses pendidikan dan model pendidikan Islam yang berkembang pada wilayah tersebut. Jadi pada saat Timur Tengah mengalami ujian konflik berkepanjangan, justru ASEAN menampilkan model Islam yang sangat ramah dan toleran. Ringkasnya, Islam di ASEAN ditunggu peranannya agar dapat menjadi model Islam yang dapat berdampingan dengan kelompok agama lain.

Permasalahannya, apakah pendidikan Agama Islam di ASEAN sejalan dengan perdamaian dunia? Bagaimana pola moderasi perkembangan pendidikan Islam di ASEAN? Apa tawaran yang paling kontekstual terkait pendidikan Islam di ASEAN dalam menjawab tantangan peradaban umat manusia di dunia? Pertanyaan tersebut yang melatari tulisan ini. Tujuannya agar model moderasi pendidikan Islam di ASEAN bisa menjadi rujukan bagi moderasi pendidikan Islam di dunia.

B. Pembahasan

1.    Pendidikan Islam di ASEAN

Pendidikan adalah proses transformasi pengetahuan melalui media pembelajaran. Di Negara-Negara modern, pendidikan dikembangkan menjadi kunci bagi pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan bahkan dapat dikategorikan dalam investasi jangka panjang negara, untuk mengisi pembangunan. Kedudukan pendidikan yang demikian penting pula, yang membuat negara-negara maju dan berkembang berlomba mengembangkan dunia pendidikan dengan stimulus anggaran, bahkan di Indonesia anggaran dicanangkan lebih dari 20% Anggaran Pendapatan dab Belanja Negara (APBN).

Ruang lingkup pendidikan didalamnya mencakup pendidikan Islam. Pendidikan Islam adalah transformasi yang memuat nilai-nilai keislaman, utamanya pada negara-negara berpenduduk muslim mayoritas. Beberapa negara ASEAN yang didominasi penduduk muslim adalah Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam.

Pendidikan Islam di ASEAN menurut latar sejarahnya adalah bagian integral dari proses penyebaran Islam di ASEAN. Indonesia mencapai masa peralihan peradaban Hindu-Budha menuju peradaban Islam pada era kerajaan Islam, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Fakta bahwa Tanah Nusantara, Malaysia dan Filipina telah mengalami berbagai akulturasi peradaban, paling tidak tercatat masa anismisme-dinamisme, masa Hindu-Budha dan masa Islam. Sehingga model pendidikan yang terbentuk, tidak jauh dari pola akulturasi berbagai macam sudut peradaban dari berbagai unsur peradaban pembentuknya. Relasi ASEAN dan Islam adalah relasi historis dan futuristik. ASEAN menjadi simbol bagi tatanan peradaban dunia, yang moderat yang multikulturalisme. ASEAN tidak saja menyimpan sejarah kebudayaan hindu-budha pada masa lampau, tetapi juga jejak sejarah baru tumbuhnya moderatisme Islam di belahan dunia.

Jika dilakukan komparasi, antara moderatisme Islam di ASEAN dengan moderatisme Islam di kawasan Timur Tengah, maka ASEAN memiliki kecenderungan moderat yang lebih tinggi. Posisi ASEAN dalam percaturan peradaban Islam dunia, dapat dijadikan kunci. Cukup banyak nilai-nilai Islam global, yang lebih diterima dalam konteks lokal.

Pendidikan Islam ASEAN adalah transformasi pengetahuan Islam yang terjadi di negara-negara ASEAN, baik melalui jalur formal maupun jalur non-formal. ASEAN sebagai kawasan tentu secara spesifik perkembangan dan distribusi penyebaran Islam tidak merata pada semua zona. Kawasan dengan perkembangan Islam yang masif antara lain; Sumatera, Semenanjung Malaysia, Thailand selatan, Nyammar Barat, Jawa Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua dll.

Posisi kelembagaan menjadi sangat penting dalam proses pendidikan Islam. Moderasi pendidikan Islam justru terukur dengan model pendidikan Islam secara kelembagaan. Namun ahir-ahir ini berkembang trend pengembangan pendidikan Islam yang cukup eksklusif, berupa kelompok-kelompok kecil yang tidak terkendali. Muatan pendidikannya juga cenderung tidak diketahui, yang berpotensi memicu kelompok-kelompok radikalis.

Pada saat bersamaan, pendidikan formal tidak menjawab semua tantangan model pendidikan Islam yang berkembang, bahkan alternatif bagi pengajaran pendidikan keagamaan, yang substansinya pendidikan Islam tidak memerlukan anggaran dalam proses transformasinya, ahirnya mengalami transformasi pada proses penganggaran. Jadi perkembangan secara formal, terjadi asosiasi yang cukup kuat antara peran pendidikan Islam dan skema negara dalam melakukan pembinaan dan pemberdayaan.

Lembaga Pendidikan Islam seperti universitas menjadi corong dan mercusuar model pendidikan Islam di Asia Tenggara khususnya. Di Indonesia, Universitas Islam Negeri (UIN) berkembang dengan pesat, hampir di tiap Kota/Kabupaten. Institusi ini menaungi pendidikan Islam dalam wadah formal, dengan standar kompetensi yang ditetapkan pemerintah. Universitas Islam menjadi media pengembangan kajian keislaman dan cenderung moderat. Tidak ada Universitas yang teridentifikasi melahirkan kelompok dengan paham sektarian dan eksklusif. Kecenderungan kelompok intelektual Islam di Kampus justru menjadi model bagi pengembangan Islam moderat.

 

Secara kelembagaan Pendidikan Islam di ASEAN terbagi dalam dua kelompok besar. Pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Lembaga pendidikan Islam yang berkembang di Asia Tenggara antara lain:

 

No.
Formal
Non-formal
1.
Universitas, Sekolah Tinggi Agama, dan Sekolah Tinggi Yayasan
Madrasah, Pondok, Pesantren, Pondok Pesantren
2.
Diskusi, seminar, kajian keislaman dll
Taman Pendidikan Quran atau Taman Pendidikan Al-Quran.

Indonesia memiliki model pendidikan agama Islam yang beragam. Pada satu sisi, Islam menjadi mata pelajaran wajib, untuk sekolah negeri di bawah naungan pemerintah. Pada sisi yang lain, pendidikan agama Islam juga dirancang di luar sekolah. Jadi terdapat skema pengembangan pendidikan Islam yang berbeda. Muaranya tetap keduanya menjadi model Islam yang moderat. Tidak saja moderat dalam pengertian menjembatani transformasi nilai-nilai Islam, tapi berkembang sedemikian rupa mengakomodir tuntutan atas perubahan dan perkembangan zaman. Sampai pada titik kesimpulan, lembaga pendidikan Islam yang berkembang di ASEAN adalah simplifikasi dari model pendidikan Islam yang ideal di dunia.

Peran yang diaktualisasikan lembaga pendidikan Islam di Asia Tenggara antara lain: kualitas pendidikan, pemeliharaan nilai-nilai lokal Asia Tenggara, dan mempromosikan bangsa moderat di Negara dengan basis penduduk muslim (Zuhdi, 2016). Peranan ini tidak lain, hasil dari pola moderasi pendidikan Islam di Asia Tenggara. Secara tidak langsung, pera n yang diambil berkontribusi pada tatanan peradaban ASEAN yang sangat moderat. Universitas, madrasah, pondok dan pesantren bahu membahu mengembangkan nilai-nilai Islam yang moderat dengan segala kemampuan dan keterbatasan.    

2.    Kemajuan Pendidikan Islam

Kemajuan pendidikan secara filosofi bermakna rentang perubahan dari titik permulaan hingga titik faktual, yang dapat menggambarkan pendidikan Islam bergerak maju. Kemajuan pendidikan Islam dapat diukur dari sarana prasarana, kurikulum, dan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Secara umum tergambar, kemajuan pendidikan Islam juga menunjukkan pola yang sama, yakni kemajuan dalam bidang pengembangan kajian ke-Islam-an di berbagai bidang. Universitas khususnya yang banyak melakukan transformasi dan pembidangan bidang keilmuan, berbasis ilmu sains dan ilmu agama. Sehingga banyak tumbuh jurusan-jurusan umum di kampus berbasis agama.

Dahulu pendidikan Islam pada masa kolonial lebih banyak diajarkan melalui corong pendidikan non-formal. Kajian tentang Islam baik aqidah, fiqih, dan ahlak dikembangkan melalui pendidikan non-formal, tanpa bersentuhan langsung dengan kebijakan pemerintah kolonial. Tentu pada masa ini, pendidikan terbatas hanya pada pemahaman pokok-pokok agama, seperti Ibadah Magdhoh dan Ghoiru Maghdoh. Ibadah pokok ini menjadi kunci dalam pendidikan Islam masa penjajahan. Wacana pendidikan Islam dalam pengembangan berbagai sector, tidak tumbuh masif pada era kolonial.

Memasuki masa kemerdekaan pendidikan Islam mengalami kemajuan pesat. Kemajuan pendidikan Islam identik dengan kemajuan kelembagaan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pendirian universitas berbasis agama Islam, pendirian pondok pesantren dan pendirian majelis taklim dan kelompok dakwah lainya tidak dipungkiri meningkatkan keberhasilan dan konteks pendidikan Islam di masyarakat. Tidak sedikit institusi yang terbentuk untuk menaungi pendidikan berbasis keagamaan. Walaupun, jika dilihat dari pemeringkatan universitas berbasis lembaga riset di luar negeri, tentu posisi lembaga pendidikan Islam, baik Universitas maupun pondok pesantren tidak ada yang masuk dalam 300 besar universitas terbaik di dunia. Namun tidak menurunkan ukuran kemajuan pendidikan Islam dari perspektif lain.

Pada sisi tertentu, memang lembaga pendidikan Islam tidak masuk dalam jaminan kualitas skala global. Tidak ada yang masuk dalam nominasi terbaik. Namun demikian, dari sisi peranan pendidikan Islam bagi kemajuan peradaban Islam moderat tidak dapat disanggah. Indikator ini menunjukkan bahwa dari sisi karya, tidak melampaui reputasi pendidikan modern, namun dari sisi peranan harus diakui, ASEAN menjadi penyumbang bagi konsep moderasi Islam yang mengjangkau dunia. Faktanya, hanya di ASEAN dengan model pendidikan Islam yang demikian adanya, tidak memunculkan persolan konflik sosial dan konflik politik di dalam negara-negara ASEAN. Karya yang layak menjadi rujukan peradaban Islam dunia.

Jika kemajuan yang hendak dicapai adalah kemajuan dalam perspektif kebenaran umum, atau kebenaran mayoritas, maka tugas lembaga pendidikan Islam adalah melahirkan karya monumental, yang disiapkan untuk pengembangan SDM yang berkualitas jangka panjang. Faktanya, pendidikan Islam justru mengisi ruang-ruang spiritual yang tidak dijangkau pendidikan modern. Tanpa pendidikan Islam, tentu tidak dapat dibayangkan kondisi negara-negara di ASEAN yang berbasis pada kebudayaan dan tradisi lokal.

Jika kemajuan pendidikan diukur dari aspek manfaat, salah satu muara dari pendidikan Islam adalah terbentuknya karakter dan pribadi manusia, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Maka manfaat dalam pengertian karakter dan pribadi muslim, adalah karakter yang tunduk pada ajaran Islam, yang kebenarannya diakui secara universal. Jika kebenarannya tidak diakui secara universal, maka kemungkinan terbesarnya, terdapat kesalahan dalam pendidikan yang dibangun. Pendidikan Islam tidak semata-mata diklaim berdasarkan simbol Islam, dalam wujud tulisan atau gambar-gambar simbol. Lebih dari itu, haruslah muncul tatanan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang universal.

ASEAN saat ini, dapat dikatakan menjadi simpul bagi pertemuan berbagai nilai-nilai, yang kebenarannya cenderung dipersempit oleh pemahaman kelompok. Misalnya, pemahaman tentang khilafah sebagai konsep bernegara. Tidak sedikit yang mengajarkan konsep ini dalam ruang-ruang pendidikan non-formal. Faktanya gerakan ini di ASEAN belum tumbuh menjamur seperti di Negara-negara asalnya. Jadi tidak ada kehawatiran khusus, moderatisme yang dibangun dengan kondisi sosial kultural yang mendukung.

Kemajuan Pendidikan Islam dalam konteks historis perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara, terdapat latar sejarah yang berbeda. Sekolah-sekolah di Malaysia dibangun di atas latar ke-seku-an. Misalnya; Madrasah Melayu, Sekolah Tamil dan Sekolah Inggris. Tahapan-tahapan kemajuan pendidikan Islam di Asia Tengara juga tidak sporadis, akan tetapi bertahap dan berkelanjutan. Terbukti dari pendidikan Islam yang berkembang dan lembaga pendidikan Islam yang terbangun, terbukti mampu bertahan hingga ratusan tahun. Banyak pondok pesantren di Indonesia yang sudah mencapai ratusan tahun. Tentu, tidak mudah mengembangkan institusi semacam pondok pesantren, dengan kemandirian dalam pengelolaannya. Instusi pondok pesantren menjadi salah satu bukti, bahwa pendidikan Islam di Asia Tenggara mengalami kemajuan yang bertahap dan berkelanjutan.

3.    Moderatisme Sebagai Pilihan Menuju Kemajuan

Kondisi umat Islam di dunia cukup menghawatirkan. Paling tidak dilihat dari sisi konflik dan keamanan. Beberapa negara dengan penduduk mayoritas Islam justru mengalami berbagai problem keamanan dan konflik. Secara umum, negara-negara dengan basis penduduk Islam masih dirundung konflik berkepanjangan, baik konflik antar etnis atau antar bangsa. Permasalahan ini, tidak lepas dari model pendidikan yang dikembangkan di negara-negara tersebut.

Pendidikan yang cenderung mengarahkan pada kesadaran berjihad, dalam konteks pemaknaan jihad menjadi berkembang, tanpa batas yang jelas. Tidak lain, akibat dari paham dan pemikiran tentang jihad yang keliru. Hal ini tidak lepas dari pola pengembangan lembaga pendidikan di negara tersebut. Jadi pendidikan menjadi dasar dari berkembangnya paham keagamaan, yang cenderung tidak moderat. Hasil pendidikan pula, yang memicu munculnya gerakan-gerakan separatis atas nama agama.

Pengalaman beberapa negara mengalami konflik berkepanjangan ini menunjukkan bahwa pendidikan memerlukan pendekatan pendewasaan. Pendidikan agama Islam termasuk di dalamnya. Jika dibandingkan antara model pendidikan Islam di ASEAN dan pendidikan di Timur Tengah, ada kecenderungan berbeda. Pendidikan yang tidak responsif pada perkembangan kultural peradaban, cenderung berkembang menjadi model pendidikan radikalis.

Permasalahan Islam dan kelompok sosial Islam lainnya di Asia Tenggara adalah masyarakat Islam di Asia Tenggara masih menghadapi problem ekonomi, politik dan pendidikan. Beberapa lokasi seperti Thailand Utara dan Selatan, Filipina Selatan, dan Indonesia bagian Timur mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat. Karena berkembang isu separatisme, maka pemerintah menggunakan pendekatan militer. Pendidikan agama Islam juga diharapkan responsif terhadap kemajemukan, agama, budaya dan masyarakat Indonesia sebagai realitas bangsa Indonesia, supaya ada kesungguhan dalam pengelolaanya.

“Moderat” atau “moderatisme” dapat kita maknai kosakata baru, yang dipergunakan untuk memudahkan pengistilahan, bagaimana mendampingi. Konsep Islam moderat dalam konteks Indonesia, dapat dimaknai Islam yang dipahami secara kontekstual, serta memahami keragaman dan perbedaan sebagai sunnatullah, dan jika konsep ini diamalkan muaranya akan menjadi Islam yang rahmatan lil alamin. Moderatisme adalah buah dari pendidikan yang tidak dogmatis, tetapi pendidikan yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tidak lain itu perkembangan yang berkemajuan.

Secara kelembagaan, karena model Islam yang moderat di Indonesia, ada dalam kelembagaan organisasi NU dan Muhammadiyah, maka representasi pendidikan Islam yang moderat, juga pendidikan yang dicetuskan oleh kedua organisasi ini. Paling tidak, pendidikan model NU miniaturnya dapat dilihat di Pondok Pesantren, atau jika pendidikan modern misalnya Universitas Muhammadiyah.

Kemajuan Pondok Pesantren secara kuantitatif, sangat sulit diukur, mengingat secara administratif, pesantren cenderung mandiri dan tidak memiliki tanggung jawab melaporkan secara kelembagaan pada negara. Kemandirian pesantren ini juga mencerminkan model pendidikan yang hendak dibangun NU adalah pendidikan yang berbasis pada akar kultural dan tradisi masyarakat. Kehadiran pesantren justru menjadi pelengkap atas nilai-nilai kebaikan yang berkembang di masyarakat, dengan tidak mengurangi substansi nilai-nilai Islam. Kemajuan ini yang tidak dapat diukur, hanya dengan ukuran kuantitatif, misalnya jumlah santri, lama santri belajar, prestasi santri pada ajang musabaqah kitab kuning, atau prestasi lain yang kuantitatif. Tapi lebih dari itu, kemajuan pondok pesantren justru dapat dilihat dari peranan pesantren dengan segenap alumninya, yang tidak tercerabut dari lingkungan masyarakat sekitar. 

Perkembangan politik di Indonesia menyebabkan sedikit kelompok keluar dari paham mayoritas yaitu Hizbut Tahrir dan Majelis Mujahidin Indonesia. Dua kelompok ini keluar dari pandangan mindstream dan mengajarkan paham baru. Pada Tahun 2017, ahirnya pemerintah mengeluarkan larangan terhadap Hizbut Tahrir di Indonesia.

Perkembangan kasus tragedi kemanusiaan rohingnya juga memuat unsur masalah dari model pendidikan yang berkembang di wilayah Afganistan dan Nyamar. Ketegangan juga dipicu oleh simbol keagamaan, seperti perusakan Patung Budha di Bamiyan, Afganistan Tahun 2001, sehingga memicu kebencian dari kelompok Budha Radikalism di Nyamar (Matanasi, 2016). Pada kasus ini, yang menjadi pokok masalah, simbol-simbol keagamaan tidak pernah mendapat ruang untuk dikaji dan dipelajari secara moderat. Masing-masing pihak saling menamkan nilai-nilai moderatisme, yang menuntuk pandangan secara terbuka dalam melihat perbedaan. Jika moderatisme dengan segera dipahamkan pada generasi-generasi terdidik lanjutan di wilayah Asia Tenggara, maka potensi konflik dan penggunaan simbol-simbol agama untuk menamkan kebencian dapat dihindari. Tragedi kemanusiaan juga segera dapat dicegah, tanpa harus memakan korban. Ini model pendidikan yang hendak ditransformasikan pada generasi penerus di kawasan ASEAN.  

4.    ASEAN dan Model Pendidikan Islam Moderat

Model pendidikan Islam di ASEAN, secara umum tergambar dari pendidikan Islam di beberapa negara, seperti; Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Negara-negara ASEAN lainnya, jumlah penduduk muslim tidak dominan. Intinya perlu model pendidik yang moderat, yang dapat menghantarkan negara-negara ini, berkembang menjadi negara yang mapan secara kelembagaan, dalam melangsungkan model pendidikan Islam di dalamnya.

Tantangan moderatisme adalah radikalisme yang berkembang di beberapa wilayah di Asia Tenggara. Radikalisme tumbuh dan berkembang di wilayah yang tidak memiliki basis pendidikan Islam yang kuat. Tidak diketahui pasti bagaimana model pendidikan Islam di Marawi, Filiphina. Daerah tersebut faktanya memperlihatkan adanya faham radikalisme yang tumbuh pesat. Lebih lanjut, tidak ada yang memastikan faktor apa yang menjadi sebab, sampai ada warga negara Indonesia yang ikut bergabung dalam kelompok tersebut. Lebih jauh, bahkan dapat diketahui jenis pendidikan Islam, yang dikembangkan oleh kelompok radikalisme ini, sampai menarik minat untuk berpindah. Pada intinya, moderasi dalam konteks pendidikan harus diwujudkan di ASEAN, sebagai komunitas global, dengan latar kawasan dan kesamaan sejarah.

Pendidikan agama Islam diharapkan responsif terhadap kemajemukan, agama, budaya dan masyarakat Indonesia sebagai realitas bangsa Indonesia, supaya ada kesungguhan dalam pengelolaanya. Strategi untuk memoderasi lembaga pendidikan Islam yang paling mungkin adalah bertindak menjembatani kepentigan lembaga pendidikan, dengan kontruksi pemikiran Islam yang moderat. Tanpa hal tersebut, kecenderungan kelompok Islam radikalisme, akan berihtiar menguasai lembaga pendidikan Islam yang strategis.

Jika ASEAN ingin menjadi model pendidikan Islam dunia, maka pilihan moderat menjadi pilihan keberagamaan. Moderat dalam konteks Islam paling tidak dimaknai menerima nilai baru dari luar, tidak menggunakan dogma agama tekstual, mengakui perbedaan dan keberagaman. ASEAN termasuk kawasan dengan komunitas/kelompok keagamaan yang paling beragam. ASEAN juga menjadi lahan bagi perkembangan peradaban modern, yang menganut nilai-nilai tradisional. Dalam kondisi demikian, model pendidikan Islam tidak dapat didogmatiskan pada dogma keagamaan yang parsial, karena potensi terjadinya konflik antar agama jauh menjadi lebih besar.

Model moderasi yang cukup berhasil diantaranya, model moderasi pendidikan Islam dengan model pesantren dan model moderasi pendidikan Budha dengan model Padepokan-padepokan dan asrama pendidikan Budha. Namun demikian, pada saat yang sama, terorisme juga muncul dari model kelompok-kelompok dengan model pendidikan Islam yang diasramakan, dengan label yang sama pula, yaitu pondok pesantren atau asrama perguruan.

Indonesia juga mengalami problem yang hampir sama. Ada kelompok yang mengajarkan kebenaran tunggal, tidak kompromi pada kebenaran lain, juga tersekte dalam ruang pendidikan, dan melahirkan aktor teroris dalam berbagai angkatan. Jadi, dapat dipastikan problem ini yang mendasari masalah moderatisme menjauh dari kawasan ASEAN.

Model Islam moderat dalam pengertian ini adalah Islam yang inklusif, yang menerima tradisi dan budaya lokal, yang berasosiasi dengan keberagaman, yang mengutamakan nilai-nilai dari pada formalisme keberagamaan. Model Islam Moderat jenis ini telah lama berkembang, di Indonesia dan Malaysia kedatangannya hampir bersamaan, utamanya melalui jalur Selat Malaka. Misi Perdagangan dan Islam dibawa secara bersamaan, sehingga karakter keislaman lebih dahulu muncul di pesisir, utamanya kota-kota di Pesisir Selat Malaka.

Di Pulau Jawa, model pendidikan Islam mirip dengan model pendidikan kebudayaan agama sebelumnya. Islam mengembangkan pendidikan jenis padepokan atau pondok pesantren. Pondok pesantren mengadopsi model pendidikan agama sebelumnya, yakni Hindu dan Budha. Banyak kebudayaan Hindu-Budha yang tetap lestari dengan kehadiran Islam. Dalam perkembangannya, lembaga pendidikan Islam kemudian berkembang dalam wujud, madrasah, pondok, pesantren dan pondok pesantren.

Lembaga madrasah, pondok dan pesantren adalah model pendidikan Islam yang adaptif terhadap perkembangan dan perubahan zaman. Zuhdi (2016) Pendidikan hanya menjadi alat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan kawasan ASEAN dengan basis penduduk muslim mayoritas menjadi penentu atas kemajuan tersebut dan paling bertanggungjawab terhadap perkembangan dunia pendidikan Islam. Sampai saat ini, pendidikan Islam di ASEAN masih pada posisi berperan aktif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Bahkan dalam pengembangan kesadaran atas keberagaman dan perbedaan umat Islam di kawasan ini cukup moderat, sehingg tidak terjadi gesekan yang sangat tajam antar kelompok, baik yang berbeda suku, ras, agama dan golongan lainnya.

C. Penutup

Pendidikan Islam di Indosia pada umumnya adalah pendidikan moderat. Kemajuan pendidikan ini dapat dirasakan dari pola dan model pendidikan Islam yang berkembang. Kemajuannya tampak dari sistem pendidikan yang dikembangkan, tidak memberi ruang pada pemahaman radikalisme. Konsep pendidikan Islam yang moderat, hendaknya digunakan sebagai model untuk memajukan pendidikan Islam di ASEAN. Jadi ASEAN dan moderatisme dapat berjalan dan berkembang secara bersama-sama. ASEAN tidak menghadapi masalah keberagaman, tetapi menghadapi masalah radikalisme yang tumbuh dalam keberagaman. Pendidikan Islam jenis ini yang dapat menjadi jembatan bagi moderatisme dunia.  

Pada ahirnya dapat dijelaskan, bahwa Pendidikan Agama Islam yang berkembang di ASEAN sejalan dengan visi Islam Moderat, dengan mengedepankan prinsip keterbukaan (inklusif), menghargai perbedaan dan berkembang sesuai konteks tradisi dan kebudayaan lokal. Pola perkembangan pendidikan Islam di ASEAN juga tidak sporadic, tapi berkembang secara bertahap dan mengalami kematangan dalam proses pendidikan dan pengajarannya. Dalam konteks ini, model pendidikan Islam di ASEAN dapat dikatakan paling kontekstual terkait untuk menjawab tantangan pendidikan Islam di dunia, khususnya dalam mengembangkan model pendidikan Islam yang moderat jauh dari pengajaran paham radikalisme.

Daftar Pustaka

Matanasi, Patrik. 2016. Rohingya dan Sejarah Masuknya Islam di Myanmar. https://tirto.id/rohingya-dan-sejarah-masuknya-islam-di-myanmar-b5AX diunduh pada tanggal 19 September 2017 pukul 15.16 WIB.

Zuhdi, Muhammad. 2004. Islamic Education In Southeast Asia In The Era Of Aec: Prospects And Challenges. JISCA. Volume 03- Number 02, Desember 2014.

 

 

 

 

 

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free