Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

Evaluasi Sumber Daya Lahan

MAKALAH

 
ARAHAN PENGGUNAAN TANAH DI KABUPATEN WONOSOBO
 
 
TUGAS MATA KULIAH
PEMBANGUNAN WILAYAH
 
 
 
 
 
 
 
Oleh:
Ahmad Munir, 0706265150
Firman Iskandar, 0706265150
Muhammad Ridwan, 0706265150
 
 
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2010

1.      Pendahuluan
Adanya lahan-lahan kritis disebabkan oleh kegiatan manusia yang secara terus menerus berlangsung di sebuah wilayah, yang menyebabkan rusaknya daya dukung tanah/lahan. Aktivitas yang menyebabkan kerusakan antara lain; pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan peruntukannya, untuk lahan pertanian yang tidak menerapkan teknologi konservasi, bahkan tidak sedikit yang berubah fungsi menjadi areal permukiman. Tingginya lahan kritis yang beresiko pada terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih kompleks, yang saat in terjadi di Kabupaten Wonosobo.
Salah satu wilayah yang berfungsi untuk kawasan Lindung adalah dataran tinggi dieng. Sebagai Kawasan Fungsi Lindung seharusnya Dataran Tinggi Dieng merupakan wilayah yang harus dilindungi dari kegiatan p roduksi dan kegiatan manusia lainnya yang dapat merusak fungsi lindungnya. Namun pada kenyataannya daerah ini dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan mengeksploatasi lahan secara besar-besaran untuk ditanami tanaman semusim yaitu kentang. Tanaman kentang merupakan komoditas unggulan bagi petani di Dataran Tinggi Dieng.
Proses evaluasi lahan dan arahan penggunaannya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
1). Penyusunan karakteristik lahan 2). Penyusunan persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan lahan (LURs) 3). Proses evaluasi kesesuaian lahan 4). Kesesuaian lahan terpilih/penentuan arahan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan. Tahapan ini digunakan untuk menyusun evaluasi penggunaan tanah.
Tulisan ini menjelaskan penggunaan tanah di kabupaten Wonosobo dan Evaluasi penggunaannya. Evaluasi penggunaan tanah di Kabupaten Wonosobo didasarkan pada karakteristik fisik (jenis tanah, topografi, topografi dan penggunaan tanah).
 
2.      Tujuan Penulisan
Mengetahui potensi atau nilai dari suatu areal untuk penggunaan tertentu. Evaluasi tidak terbatas hanya pada penilaian karakteristik lingkungan, tetapi dapat juga mencakup analisis ekonomi, konsekuensi sosial dan dampak lingkungan.
 
3.      Fakta Wilayah
Secara geografis
Gambar
Gambar
Bedasarkan tipe aliran sungainya, jenis tanah di Kabupaten Wonosobo dapat dikelompokkkan ke dalam tiga kategori; Pertama, tanah dengan karakteristik sedikit pelapukan, iklim panas, dan kejenuhan basa rendah. Tanah jenis ini tersebar di wilayah ketinggian kurang dari 500 mdpl. Kedua, tanah dengan karakter sedikit.
 
  1. Kesesuaian Tanah
Kesesuaian Tanah dapat dikelompokkan kesesuaian untuk 1) Hutan Lindung, 2) Wilayah Resapan Air. Hutan lindung berada di bagian Utara dan memanjang ke Tenggara pada pegunungan Rogojembangan, Dataran Tinggi Dieng, Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, yang meliputi Kecamatan Kejajar, Kalikajar, Watumalang, Mojotengah, Garung, Wonosobo, Kertek, Sapuran dan Kepil. Wilayah resapan air berada di sebelah Utara sekitar puncak gunung Sindoro wilayah Kecamatan Kejajar, Pegunungan Dieng Kecamatan Kejajar dan Kecamatan Watumalang dan gunung Sumbing Kecamatan Kalikajar serta pegunungan di sebelah selatan sebagai hulu sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kabupaten Wonosobo.
Kondisi kawasan lindung yang kesesuaian lahannya untuk tanaman bervegetasi permanen, apabila pemanfaatannya tidak terkendali dan tidak berazaskan konservasi maka akan menyebabkan perubahan lingkungan di daerah sekitar dan daerah bawahannya. Hal ini akan berimplikasi pada kerusakan dan kelangkaan sumberdaya baik alam maupun buatan.
Wilayah kesesuaian untuk fungsi hutan lindung ditentukan menurut kriteria sebagai berikut:
1.      Seluruh bentang lahan mempunyai kemiringan lereng > 45%
2.      Jenis tanah sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol, dan renzina) dngan kemiringan lereng > 15%
3.      Merupakan jalur pengaman aliran sungai, sempadan waduk, mata air, dan sejenisnya sekurang-kurangnya 200 m dari muka air pasang
4.      Guna keperluan (Kepentingan khusus) dan ditetapkan sebagai kawasan lindung
5.      Merupakan daerah rawan bencana
6.      Merupakan daerah cagar budaya dan benda-benda arkeologi (taman) nasional atau tempat pencagaran terhadap jenis-jenis flora dan fauna tertentu yang dilindungi
7.      Memiliki ketinggian lahan pada 2.000 m di atas permukaan laut atau lebih.
 
Dalam tulisan ini, digunakan tiga variable antara lain: 1) Lereng 2) jenis Tanah 3) Ketinggian.
No
Kriteria
Sesuai
Tidak Sesuai
1
Lereng
>45%
<45%
2
Jenis Tanah
regosol, litosol, organosol
Jenis yang tidak peka
3
Ketinggian
>2000 m dpl
<2000 m dpl
 
 
 
 
Gambar
Gambar
Gambar 4.      Analisis dan Pembahasan
 
 
Gambar
§ Arahan Penggunaan Tanah berdasarkan Pertimbangan Lingkungan/ Ekologi
Berdasarkan pertimbangan Lingkungan, berdasarkan Kondisi kawasan lindung yang kesesuaian lahannya untuk tanaman bervegetasi permanen, apabila pemanfaatannya tidak terkendali dan tidak berazaskan konservasi maka akan menyebabkan perubahan lingkungan di daera sekitar dan daerah bawahannya. Hal ini akan berimplikasi pada kerusakan dan kelangkaan sumberdaya baik alam maupun buatan. Dataran Tinggi Dieng yang merupakan salah satu kawasan lindung, saat ini kondisinya sangatmemprihatinkan karena telah banyak dialih fungsikan untuk lahan budidaya. Berkaitan dengan hal itu, ada beberapa hal yang mempengaruhi dan dapat terjad di wilayah tersebut. Pada bab ini akan diuraiakan tentang aspek lingkungan, aspek ekonomi sosial budaya dan kebijakan perencanan tata ruang wilayah yang berkaitan dengan kawasan lindung Dataran Tinggi Dieng.
Kawasan Dataran tinggi Dieng merupakan kawasan fungsi lindung dan merupakan daerah penting konservasi. Selain sebagai hulu DAS Serayu yang merupakan sungai dengan cakupan 6 kabupaten, Kawasan Dieng juga merupakan habitat beragam satwa dilindungi yang sebagian diantaranya terancam punah. Beberapa spesies yang tercatat hidup di Dataran Tinggi Dieng antara lain Harimau Tutul (Panthera pardus), mamalia endemik jawa seperti Babi Hutan (Susverrocus), Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), dan Lutung (Trachypithecus auratus), serta 19 spesies burung endemic Jawa termasuk diantaranya Elang Jawa (Spizaetus bartelsii). Juga terdapat tumbuhan spesifik yang hanya hidup di pegunungan Dieng yaitu Purwoceng (Pimplinea pruacen) yang dikenal sebagai tanaman obat.
 
§ Arahan Penggunaan Tanah Berdasarkan Pertimbangan Ekonomi
Alih guna lahan dalam suatu wilayah terjadi sebagai implementasi keputusan manusia, baik keputusan strategis yang menentukan pola penggunaan lahan, maupun keputusan taktis yang menentukan intensitas penggunaan lahan. Dasar pengambilan keputusan tersebut bisa didominasi baik oleh faktor internal manusia, faktor eksternal maupun kombinasi keduanya (Suyamto dkk.,2004).
Sebagaimana kita ketahui bahwa alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan yaitu kerusakan lahan/tanah. Tingginya tingkat kerusakan tanah akibat alih fungsi lahan menunjukkan tingginya pengaruh campur tangan manusia terhadap kerusakan lahan. Berdasarkan pemahaman adanya keterkaitan antara sistem ekologi dengan campur tangan manusia dalam mempengaruhi tingkat kerusakan lahan/tanah, maka pendekatan yang bersifat faktorial pada aspek fisik bentang alam tidak dapat lagi di terapkan. Oleh karena itu pendekatan yang holistik, baik di tingkat global, regional maupun lokal menjadi pilihan dalam menjelaskan proses terjadinya degradasi lahan atau tanah di suatu daerah. Bahkan dengan semakin tingginya tekanan penduduk telah mengakibatkan tekanan pada percepatan terjadinya tingkat kerusakan lahan/tanah semakin tinggi pula.
Dengan kata lain perhatian pada aspek sosial ekonomi dalam setiap kajian penerapan kebijakan penanganan kerusakan lahan/tanah menjadi semakin penting pula. Lebih dari itu dalam situasi krisis yang hampir dapat dikatakan merata terjadi di Indonesia, menjadikan aspek sosial ekonomi menjadi semakin signifikan karena adanya kecenderungan terjadinya hambatan aksesibilitas masyarakat terhadap sumberdaya non primer (khususnya yang berkaitan dengan lahan/tanah) dan hambatan aksesibilitas terhadap peluang tenaga kerja dan permodalan. Sebagai akibatnya masyarakat cenderung mengalihkan perhatian untuk memanfaatkan secara lebih intensif terhadap sumberdaya lahan/tanah. Pada akhirnya situasi seperti ini dapat memberikan dampak yang serius terhadap eksploatasi yang berlebihan bagi sumberdaya lahan/tanah. Selanjutnya situasi ini dapat membawa pada situasi kemungkinan adanya percepatan kerusakan lahan/tanah.
Laju kerusakan lahan/tanah di Indonesia tampaknya perlu semakin diwaspadai, terutama berkaitan dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah, apalagi jika ditambah dengan situasai krisis ekonomi yang tampaknya belum kunjung pulih sepenuhnya. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa terjadinya kerusakan lahan/tanah tidak bisa lepas dari kondisi status sosial ekonomi di daerah yang bersangkutan, maka situai masyarakat dengan segala aktifitasnya yang cenderung berubah akan mempengaruhi pula karakteristik kerusakan lahan/tanah. Oleh karena itu adanya kecenderungan masyarakat yang kembali bertumpu pada sektor primer dengan tingkat emanfaatan lahan yang lebih intensif pada hampir setiap daerah memberikan akibat langsung terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan lahan/tanah.
Perubahan status sosio ekonomi yang diyakini dapat memberikan pendapatan yang lebih besar ini didorong oleh pemikiran untuk dapat bertahan dan mandiri secepatnya sehingga dikhawatirkan akan terjadi eksploatasi terhadap sumberdaya lahan/tanah yang berlebihan. Dengan demikian ada kemungkinan terjadinya percepatan kerusakan lahan/tanah yang cukup tinggi bila kecenderungan status kondisi sosio ekonomi tidak berubah menjadi lebih berorientasi pada kegiatan pembangunan berkelanjutan. Tentunya adanya percepatan kerusakan lahan/tanah akan menimbulkan peurunan produktifitas lahan/tanah sehingga biaya untuk pemulihan ke arah pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan akan semakin mahal pula serta pada akhirnya akan mempengaruhi performa pembangunan ekonomi secara keseluruhan dari daerah yang bersangkutan maupun agregatnya pada tingkat nasional yang akan berkurang pula (Nurlambang, 2006).
 
5.      Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan fakta yang ada, penggunaan tanah di Kabupaten Wonosobo telah melampui batas penggunaan. Berdasarkan topografisnya, penggunaan tanah untuk pertanian telah mencapai lereng dengan tingkat kemiringan yang curam.
Oleh karena itu, secara ekonomis perlu dilakukan perubahan jenis tanaman pada lahan pertanian. Jenis tanaman kentang sebagai komoditas unggulan, yang tersebar secara merata di dataran tinggi Dieng, perlu diganti dengan tanaman tahunan. Dengan criteria, tanaman tersebut mampu mengganti tanaman kentang secara ekonomis.
Sedangkan secara ekologis beralihnya fungsi kawasan hutan lindung menjadi lahan pertanian dan kawasan pemukiman, menyebabkan ekosistem di wilayah tersebut menjadi terganggu.

Daftar Pustaka
Andriana, Reni. 2007. Evaluasi Kawasan Lindung Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan - Program Pasca Sarjana - Universitas Diponegoro
Peraturan Daerah.

Lampiran



 

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free