Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

MAKALAH SDA

 

ANALISIS WILAYAH KEKURANGAN SUMBER DAYA AIR

 
DI PULAU JAWA DALAM PERSPEKTIF SPATIAL
 
Oleh: ahmad munir*, 0706265150
 
Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia
 
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Ahir Mata Kuliah Geografi Sumber Daya Alam
 
Latar Belakang

World Water Forum II di Denhaag, pada pada bulan Maret tahun 2000 lalu, memperingatkan bahwa krisis air akan melanda banyak negara pada tahun 2025, termasuk Indonesia. Pulau Jawa menjadi yang paling kritis, karena pulau ini memiliki jumlah penduduk terpadat, sekitar 65% dari total penduduk Indonesia, sedangkan potensi air tawar 4,5% dari total potensi air nasional (lampiran 1). Kondisi ini menggambarkan bahwa potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat tinggi.

Dalam perspektif spatial, kebutuhan air di Pulau Jawa dapat dikenali dengan beberapa model yang telah ada1), hasilnya bahwa curah hujan yang tinggi pada suatu wilayah di pulau jawa, ternyata tidak menjamin adanya keterlimpahan sumber daya airnya. Dalam model tersebut, dicontohkan Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Curah hujan di wilayah sana tergolong tinggi, tapi faktanya wilayah tersebut merupakan salah satu daerah yang banyak mengalami kekeringan (kekeringan akibat geologis). Pulau Jawa tidak lepas dari faktor fisik wilayahnya, seperti: geologi, geomorfologi, dan lain-lain yang berbeda di tiap wilayah. Sebagai akibatnya kondisi air di tiap wilayah juga berbeda.

Sementara kebutuhan air identik dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Pulau Jawa merupakan salah satu pulau terpadat penduduknya. Dengan demikian, Pulau Jawa menjadi bagian dari pulau yang membutuhkan pasokan air yang tinggi. Kebutuhan yang tinggi ini menuntut pasokan sumber daya air yang memadai. Jika pasokan air, baik dari curah hujan maupun kandungan reservoir yang ada tidak mencukupi, maka cara untuk menghadapi meningkatnya kebutuhan air dan kompetisi penggunaaan air yang semakin ketat, diperlukan pengelolaan sumber daya air yang memadai. (Sutikno,1997).

B.    Pembahasan

Wilayah kekurangan sumber daya air merupakan wilayah yang secara spatial tidak meliki jumlah sumber air yang cukup, baik air yang bersumber dari curah hujan (atmosferik), air permukaan, maupun air tanah. Jadi wilayah di pulau jawa, yang dapat diprediksi sebagai wilayah yang kekurangan air adalah wilayah yang secara spatial tidak menghasilkan curah hujan yang tinggi2).

Analisis Ketersediaan Air di Pulau Jawa 

Analisis ketersediaan air dilakukan untuk mengetahui debit air yang mungkin dimanfaatkan dalam suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan air pada wilayah yang bersangkutan. Ketersediaan air dalam pengertian sumber daya air pada dasarnya berasal dari air hujan (atmosferik) , air permukaan, dan air tanah. Dalam melakukan analisis, potensi air tanah tidak diperhitungkan, mengingat pengambilan air tanah merupakan pilihan terakhir untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan.

Sedangkan pemanfaatan sumber daya air terbagi menjadi dua yakni irigasi dan non-irigasi. Jika dilihat dari fakta yang ada, kebutuhan air secara nasional saat ini terkonsentrasi pada Pulau Jawa dan Bali, terutama untuk keperluan air minum, rumah tangga, perkotaan, industri, pertanian, dan lainnya.

Dari data neraca air tahun 2003 dapat dilihat bahwa dari total kebutuhan air di Pulau Jawa dan Bali sebesar 38,4 miliar meter kubik pada musim kemarau, dan baru dapat dipenuhi sekitar 25,3 miliar kubik atau hanya sekitar 66 persen. Angka ini menunjukkan bahwa kondisi air di Jawa telah mengalami penurunan atau defisit yang tajam.

Kebutuhan sumber daya air di Pulau Jawa, telah disebutkan diatas dimungkinkan adanya peningkatan yang cukup drastis dalam memanfaatkan sumber daya air. Berdasarkan proyeksi neraca kebutuhan air yang dilaporkan dinas Pekerjaan Umum, bahwa Neraca air merupakan suatu gambaran umum mengenai kondisi ketersediaan air dan pemanfaatannya di suatu daerah. Analisis neraca air dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2 dan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a)  Penghitungan ketersediaan air pada masing-masing daerah aliran sungai (DAS) yang akan melayani kabupaten/kota tertentu,
b)  Penghitungan kebutuhan air pada kabupaten/kota tertentu, termasuk proyeksi hingga tahun 2025,
c)  Penghitungan keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air di suatu kabupaten/kota dengan DAS yang melayaninya.
Identifikasi Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau Jawa
Dalam konteks ini, kondisi sumber daya air juga dipengaruhi perspektif masyarakat Jawa terhadap air itu sendiri. Masyarakat Jawa memiliki pendekatan nilai-nilai yang positif terhadap benda-benda disekitarnya, termasuk air. Ada sebagian masyarakat jawa yang mensakralkan air, khususnya air yang berada di tempat-tempat yang dianggap mistis. Persepsi ini memperlihatkan bahwa masyarakat Jawa cenderung bersikap positif terhadap air. Kemunculan sikap itu terlihat dari tidak banyaknya masyarakat jawa yang berani mencemari air secara sembarang. Hal ini juga muncul dalam perilaku keseharian, misalnya ketakutan masyarakat jawa jika buang hajat disembarang tempat. Secara umum persepsi masyarakat rasional (perkotaan) terhadap air cenderung menjadi penyebab kualitas sumber daya air yang menurun.
Namun perspektif itu, dirasa tidak mampu mempertahankan sumber daya air dalam lingkup makro. Hal ini dikarenakan perspektif masyarakat terhadap air dibeberapa wilayah di Jawa telah berkembang secara rasional, dengan kecepatan lebih tinggi dibanding perkembangan pandangan terhadap air dari nilai estetiknya. Sehingga pengelolaan air juga sudah banyak menggunakan menejemen modern, guna mengatasi permasalahan air.
Identifikasi Masalah Kekurangan Air
Kekurangan air di Pulau Jawa dalam pendekatan air menurut fungsinya dibedakan menjadi dua; kekeringan untuk kebutuhan lahan pertanian, dan kekurangan untuk konsumsi dan hajat hidup manusia. Kekurangan air untuk kebutuhan irigasi diindikasikan dengan banyaknya luas lahan kritis di wilayah timur yaitu sebesar 829 ha, atau diatas rata-rata total 675 ha.
Wilayah yang memiliki lahan kritis yang cukup tinggi terjadi diwilayah timur dengan rerata sebesar 829 ha. Sedangkan untuk Kabupaten Indramayu dan Lamongan memiliki luas lahan kritis yang sangat luas, yaitu sebesar 743,9 ha, dan 1.016 ha. Kedua kabupaten ini memiliki karakteristik yang relative sama, yaitu kabupaten yang berdekatan dengan kota besar. Karakteristik tersebut menyebabkan banyak terjadi urbanisasi dari kota tersebut ke kota besar, sehingga banyak lahan pertanian yang ditinggalkan.
Masalah kekeringan di Pulau Jawa bukan permasalahan kekeringan secara klimatis. Secara umum, semua wilayah di Pulau Jawa di memiliki curah hujan yang relative tinggi, berkisar antara 2000-3000 mm/ tahun. Kekeringan merupakan hasil perhitungan ketersediaan air dengan kebutuhan air pada tiap-tiap bulan di masing-masing kabupaten/kota. Dengan demikian, faktor yang paling berpengaruh adalah ketersediaan pasokan air di suatu wilayah dalam satuan waktu. Perhitungan juga menggunakan jumlah defisit air pada bulan paling kering. Di Pulau Jawa sendiri ketersediaan air pada tiap wilayah relatif konstan sepanjang tahun karena pasokan dari sistem yang ada. Jadi kekeringan lebih disebabkan karena factor geologis, misalnya: Daerah Kapur di Jawa tengah bagian utara (Purwodadi, Pati, Kudus, dll).
Berdasarkan pendekatan temporal, curah hujan di Pulau Java (lampiran 5), secara umum memiliki pola, tinggi pada bulan tengah dan rendah pada bulan awal dan ahir pada tiap tahunnya. Sebagai dampaknya, Daerah di Jawa banyak mengalami kekeringan di awal tahun dan ahir tahun. Fenomena ini banyak melanda kawasan yang sumber daya airnya sangat bergantung pada hujan dan merupakan wilayah yang kering serta didukung oleh keadaan tanah yang kering.
C.    Kesimpulan
Secara umum, semua kota/ kabupaten di Pulau Jawa mengalami peningkatan kebutuhan air dan defisit sumber daya air, walaupun tingkatannya berbeda, Defisit sumber daya air lebih disebabkan manajemen ketersediaan air, bukan akibat permintaan. Penyebab peningkatan kebutuhan air juga disebabkan perspektif, sikap dan perilaku penduduk jawa yang semakin menurun, dari pada kepercayaan lamanya. Hal ini menyebabkan pulau jawa rawan terhadap krisis air untuk masa-masa mendatang, terutama waktu musim kemarau.
 

Daftar Pustaka
 

Government Of Republic Of Indonesia. 2007. Indonesia country report climate variability and climate changes, and their implication. Jakarta, indonesia

ADB and Bappenas. 1999. Planning for the fire prevention and drought management. Final Report. Asian Development Bank and National Planning Agency, Jakarta, Indonesia.

ADPC, 2000. ENSO impact and potential forecast applications in Indonesia. Extreme Climate Events Program. Asian Disaster Preparedness Center, Bangkok, Thailand. 90p.

ADRC. 2005. Total Disaster Risk Management: Good Practices. Asian Disaster preparedness Centre. Kobe, Japan.

Laporan ahir: Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa.

Sutikno, 1992

Lampiran
  1. Lampiran 1: Status Sumber Air di Indonesia.

  1. Lampiran 2: Peta Curah Hujan Jawa dan Madura. Curah hujan menjadi salah satu indikasi ketersediaan air di Pulau Jawa, walaupun keadaan ini tidak berlaku untuk semua daerah di pulau jawa

 
  1. Lampiran 3: Tabel Defisit Air di Pulau Jawa berdasarkan kategori barat, tengah dan timur dengan batas yang relatif.

 
  1. Lampiran 4: Analisis Lokasi Banjir di Pulau Jawa. Banjir merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber daya air terutama untuk air yang difungsikan untuk non-irigasi.

 
  1. Lampiran 4: Prediksi Defisit Air Di Pulau Jawa dalam 4 kategori, yaitu: normal, defisit rendah, defisit sedang, dan defisit tinggi.
 

 
  1. Grafik Curah Hujan dalam Satu Tahun

  1. Penggunaan Landuse


 
 
.
 


* Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia, peserta Mata Kuliah Geografi Sumber Daya Alam dan aktif sebagai mahasiswa sejak Juli Tahun 2007.

1) Model Curah Hujan Dan Keadaan Air Tanah (watershed) di Pulau Jawa dan Madura (lihat lampiran I dalam tugas ahir ini, di bagian lampiran).

2) Lihat peta hujan Jawa pada bagian lampiran, untuk mengetahui pola spatial penyebaran curah hujan dan air tanah di pulau Jawa. Lihat Lampiran 2.

 
ontent of the new page
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free