Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air kehidupan akan menjadi gersang.
Geographer - Free Researcher - Geography Teacher - Hydrology Interest - Aktivis

Kliping Hidrologi Jakarta

Berita
Air di Jakarta (1)
Gabungan on 12/27/2017 at 1:49pm (UTC)
 Tingkat Konsumsi Air Bersih di Indonesia Dibawah 50 Persen
Senin, 04 Agustus 2008 | 14:04 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Cakupan pelayanan air minum di Indonesia masih sangat rendah. Tingkat konsumsi masyarakat akan air bersih di wilayah perkotaan maupun pedesaan masih dibawah 50 persen dari jumlah masyarakat Indonesia.

”Secara nasional masih rendah,” ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat penandatanganan kesepakatan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan air minum di Kabupaten Tangerang, Senin (4/8).

Menurut Djoko, cakupan pelayanan air minum diwilayah perkotaan sekitar 45 persen, sementara wilayah pedesaan mencapai 9 persen. Untuk itu, kata Djoko, pemerintah mendorong peranan swasta untuk bisa menjangkau layanan air bersih disemua wilayah pelosok dinegeri ini. ”Perlu adanya kerjasama dengan pihak ketiga,” katanya.

Joniansyah
Tangerang Naikkan Tarif Air Curah Jakarta
Selasa, 08 Juli 2008 | 14:50 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Perusahaan Air Minum Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang berencana menaikan harga air curah yang dijual ke Daerah Khusus Ibu kota Jakarta melalui Pam Jaya.

"Masalah ini sudah lama dalam pembahasan, dan kenaikan akan segera menyusul," kata Anda Suhanda, juru bicara PDAM Tirta Kerta Raharja kepada Tempo dikantornya Selasa (8/7).

Sebelumnya, Maryoso Direktur Utama PDAM TKR menyatakan akan segera menaikan tarif air, termasuk air curah sebesar 20-30 persen. Tarif baru itu akan berlaku Oktober mendatang. "Untuk air curah yang diusulkan 30 persen, tapi itu belum final," katanya.

Selama ini PDAM TKR menjual air curah sebanyak 2.680 liter perdetik dengan harga yang tiap tahun mengalami kenaikan. "Kenaikan tiap tahun memang sudah kesepakatan," katanya. Saat ini DKI membeli air curah dengan harga Rp 1903 per meter kubik. Jika harga dinaikkan sebesar 30 persen harga akan naik menjadi Rp 2500 per meter kubik.

Joniansyah
32 Titik Sumber Air di Banyuwangi Menghilang
Senin, 09 Juni 2008 | 13:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Hingga awal 2008 Kabupaten Banyuwangi kehilangan 32 sumber air. Sumber air yang ada pun saat ini mengalami penurunan debit air sebesar 50 persen.

“Sumber air yang masih berfungsi tinggal 300 titik,” Ungkap Sunoto, Pelaksana tugas Kepala Bidang SUmber Daya Air Dinas Pengairan Banyuwangi pada TEMPO, Senin(09/06).

Sebagian besar, sumber air yang hilang berada di kawasan Banyuwangi selatan. Sunoto menjelaskan, hilangnya sumber air itu karena besarnya alih fungsi hutan di kawasan Banyuwangi Selatan dan penurunan muka air tanah. Kondisi ini menyebabkan 11 kecamatan dinyatakan sebagai daerah rawan air. Diantaranya Kecamatan Tegaldlimo, Bangorejo, Kalipuro, Kalibaru, Purwoharjo dan Glenmore.

Di 11 kecamatan ini rawan mengalami kekeringan saat memasuki musim kemarau. Para petani banyak memanfaatkan sumur bawah tanah. Sedangkan untuk mandi, cuci dan kakus 60 persen masyarakat Banyuwangi memanfaatkan sungai.

Kebutuhan air masyarakat Banyuwangi mencapai 7.650 Liter/detik, yang dimanfaatkan untuk irigasi, air minum penduduk dan industri. Untuk kebutuhan konsumsi sendiri mencapai 1.048 Liter/detik. “Kedepannya kami akan menata kelola air,” kata Sunoto.

Humas Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani Selatan, Asmadi membenarkan telah terjadi pengurangan kawasan hutan lindung di Banyuwangi sejak tahun 2000. Yakni 12,5 hektar untuk ganti rugi PT Sumber Yala, pembangunan waduk Watuneloso Pesanggaran sebesar 5,6 ha, dan alih fungsi untuk pemukiman warga Pancer seluas 29,4 hektar. Lahan gundul akibat pembalakan liar tahun 2007, kata Asmadi, mencapai 2 ribu hektar. “Tapi tahun 2008 sudah kita reboisasi” kata Asmadi.

Sementara menurut catatan Komunitas Pecinta Lingkungan (Kappala) menyebut alih fungsi hutan lindung seluas 3 hektar terjadi di wilayah Grajagan, Kecamatan Purwoharjo. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur juga menyebut lahan kritis hutan di Banyuwangi mencapai 37.697 hektar. IKA NINGTYAS
Pengelolaan Air Bersih di Tangerang Diserahkan ke Swasta
Jum'at, 23 Mei 2008 | 15:02 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Pemerintah Kabupaten Tangerang menyerahkan pengelolaan air bersih ke pihak swasta untuk mengelola air permukaan secara besar-besaran.

Cara ini ditempuh untuk mengurangi penggunaan air tanah secara besar-besaran oleh pelaku industri di Tangerang. "Kalau sudah ada sumber air bersih lain, industri dilarang menggunakan air bawah tanah," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang Didin Sachrudin, kepada Tempo, Jum'at (23/5).

Menurut Didin, untuk saat ini Kabupaten Tangerang belum memiliki aturan yang kuat untuk melarang dan memberikan sanksi kepada industri yang menggunakan air tanah sebagai bahan produksi.

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang pembinaan pengendalian dan pengawasan air bawah tanah dan permukaan, kata Didin, belum cukup untuk menjerat industri yang memakai air tanah. "Harus dibuat aturan baru lagi," katanya.

Lemahnya pengawasan menyebabkan penggunaan air bawah tanah oleh industri tidak terkendali. Catatan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, 90 persen dari 4.008 industri di wilayah itu menggunakan air bawah tanah melalui sumur bor.

Joniansyah
Proyek Air Mnum Tangerang Layak Dibiayai
Senin, 04 Agustus 2008 | 20:16 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:
Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, menilai proyek air minum Tangerang yang ditenderkan dalam bentuk kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) layak didanai perbankan. Sebab tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return proyek ini mencapai 18 persen.

Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Rahmat Karnadi, berharap investor sudah mendapatkan kredit pembiayaan kurang dari setahun pertama sejak penekenan kontrak. Proyek ini termasuk salah satu proyek prioritas pemerintah, sehingga harus diselesaikan paling lambat akhir 2009.

Dari proyek senilai Rp 520 miliar ini, perusahaan akan mengalirkan air minum dengan debit 950 liter per detik untuk 62 ribu sambungan rumah dan 318 unit sambungan industri. Pemerintah memberikan konsesi selama 25 tahun dan menetapkan tarif awal Rp 3.500 per meter kubik. "(Tarif) akan ditinjau dua tahun sekali mengikuti inflasi," kata Djoko.

RIEKA RAHADIANA

 

Air di Jakarta (1)
Gabungan on 12/27/2017 at 1:49pm (UTC)
 Tingkat Konsumsi Air Bersih di Indonesia Dibawah 50 Persen
Senin, 04 Agustus 2008 | 14:04 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Cakupan pelayanan air minum di Indonesia masih sangat rendah. Tingkat konsumsi masyarakat akan air bersih di wilayah perkotaan maupun pedesaan masih dibawah 50 persen dari jumlah masyarakat Indonesia.

”Secara nasional masih rendah,” ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat penandatanganan kesepakatan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan air minum di Kabupaten Tangerang, Senin (4/8).

Menurut Djoko, cakupan pelayanan air minum diwilayah perkotaan sekitar 45 persen, sementara wilayah pedesaan mencapai 9 persen. Untuk itu, kata Djoko, pemerintah mendorong peranan swasta untuk bisa menjangkau layanan air bersih disemua wilayah pelosok dinegeri ini. ”Perlu adanya kerjasama dengan pihak ketiga,” katanya.

Joniansyah
Tangerang Naikkan Tarif Air Curah Jakarta
Selasa, 08 Juli 2008 | 14:50 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Perusahaan Air Minum Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang berencana menaikan harga air curah yang dijual ke Daerah Khusus Ibu kota Jakarta melalui Pam Jaya.

"Masalah ini sudah lama dalam pembahasan, dan kenaikan akan segera menyusul," kata Anda Suhanda, juru bicara PDAM Tirta Kerta Raharja kepada Tempo dikantornya Selasa (8/7).

Sebelumnya, Maryoso Direktur Utama PDAM TKR menyatakan akan segera menaikan tarif air, termasuk air curah sebesar 20-30 persen. Tarif baru itu akan berlaku Oktober mendatang. "Untuk air curah yang diusulkan 30 persen, tapi itu belum final," katanya.

Selama ini PDAM TKR menjual air curah sebanyak 2.680 liter perdetik dengan harga yang tiap tahun mengalami kenaikan. "Kenaikan tiap tahun memang sudah kesepakatan," katanya. Saat ini DKI membeli air curah dengan harga Rp 1903 per meter kubik. Jika harga dinaikkan sebesar 30 persen harga akan naik menjadi Rp 2500 per meter kubik.

Joniansyah
32 Titik Sumber Air di Banyuwangi Menghilang
Senin, 09 Juni 2008 | 13:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Hingga awal 2008 Kabupaten Banyuwangi kehilangan 32 sumber air. Sumber air yang ada pun saat ini mengalami penurunan debit air sebesar 50 persen.

“Sumber air yang masih berfungsi tinggal 300 titik,” Ungkap Sunoto, Pelaksana tugas Kepala Bidang SUmber Daya Air Dinas Pengairan Banyuwangi pada TEMPO, Senin(09/06).

Sebagian besar, sumber air yang hilang berada di kawasan Banyuwangi selatan. Sunoto menjelaskan, hilangnya sumber air itu karena besarnya alih fungsi hutan di kawasan Banyuwangi Selatan dan penurunan muka air tanah. Kondisi ini menyebabkan 11 kecamatan dinyatakan sebagai daerah rawan air. Diantaranya Kecamatan Tegaldlimo, Bangorejo, Kalipuro, Kalibaru, Purwoharjo dan Glenmore.

Di 11 kecamatan ini rawan mengalami kekeringan saat memasuki musim kemarau. Para petani banyak memanfaatkan sumur bawah tanah. Sedangkan untuk mandi, cuci dan kakus 60 persen masyarakat Banyuwangi memanfaatkan sungai.

Kebutuhan air masyarakat Banyuwangi mencapai 7.650 Liter/detik, yang dimanfaatkan untuk irigasi, air minum penduduk dan industri. Untuk kebutuhan konsumsi sendiri mencapai 1.048 Liter/detik. “Kedepannya kami akan menata kelola air,” kata Sunoto.

Humas Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani Selatan, Asmadi membenarkan telah terjadi pengurangan kawasan hutan lindung di Banyuwangi sejak tahun 2000. Yakni 12,5 hektar untuk ganti rugi PT Sumber Yala, pembangunan waduk Watuneloso Pesanggaran sebesar 5,6 ha, dan alih fungsi untuk pemukiman warga Pancer seluas 29,4 hektar. Lahan gundul akibat pembalakan liar tahun 2007, kata Asmadi, mencapai 2 ribu hektar. “Tapi tahun 2008 sudah kita reboisasi” kata Asmadi.

Sementara menurut catatan Komunitas Pecinta Lingkungan (Kappala) menyebut alih fungsi hutan lindung seluas 3 hektar terjadi di wilayah Grajagan, Kecamatan Purwoharjo. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur juga menyebut lahan kritis hutan di Banyuwangi mencapai 37.697 hektar. IKA NINGTYAS
Pengelolaan Air Bersih di Tangerang Diserahkan ke Swasta
Jum'at, 23 Mei 2008 | 15:02 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Pemerintah Kabupaten Tangerang menyerahkan pengelolaan air bersih ke pihak swasta untuk mengelola air permukaan secara besar-besaran.

Cara ini ditempuh untuk mengurangi penggunaan air tanah secara besar-besaran oleh pelaku industri di Tangerang. "Kalau sudah ada sumber air bersih lain, industri dilarang menggunakan air bawah tanah," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang Didin Sachrudin, kepada Tempo, Jum'at (23/5).

Menurut Didin, untuk saat ini Kabupaten Tangerang belum memiliki aturan yang kuat untuk melarang dan memberikan sanksi kepada industri yang menggunakan air tanah sebagai bahan produksi.

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang pembinaan pengendalian dan pengawasan air bawah tanah dan permukaan, kata Didin, belum cukup untuk menjerat industri yang memakai air tanah. "Harus dibuat aturan baru lagi," katanya.

Lemahnya pengawasan menyebabkan penggunaan air bawah tanah oleh industri tidak terkendali. Catatan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, 90 persen dari 4.008 industri di wilayah itu menggunakan air bawah tanah melalui sumur bor.

Joniansyah
Proyek Air Mnum Tangerang Layak Dibiayai
Senin, 04 Agustus 2008 | 20:16 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:
Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, menilai proyek air minum Tangerang yang ditenderkan dalam bentuk kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) layak didanai perbankan. Sebab tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return proyek ini mencapai 18 persen.

Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Rahmat Karnadi, berharap investor sudah mendapatkan kredit pembiayaan kurang dari setahun pertama sejak penekenan kontrak. Proyek ini termasuk salah satu proyek prioritas pemerintah, sehingga harus diselesaikan paling lambat akhir 2009.

Dari proyek senilai Rp 520 miliar ini, perusahaan akan mengalirkan air minum dengan debit 950 liter per detik untuk 62 ribu sambungan rumah dan 318 unit sambungan industri. Pemerintah memberikan konsesi selama 25 tahun dan menetapkan tarif awal Rp 3.500 per meter kubik. "(Tarif) akan ditinjau dua tahun sekali mengikuti inflasi," kata Djoko.

RIEKA RAHADIANA

 

Jokowi Sebut Jakarta Utara Akan Tenggelam pada 2030, Kata Ahok Itu Cuma Teori
Alsadad Rudi Kompas.com - 29/04/2016, 18:22 WIB http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/29/18222651/Jokowi.Sebut.Jakarta.Utara.Akan.Tenggelam.pada.2030.Kata.Ahok.Itu.Cuma.Teori on 12/27/2017 at 1:47pm (UTC)
 JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyebut, adanya prediksi mengenai tenggelamnya Jakarta Utara pada 2030 hanya satu dari sekian banyak teori. Ia menyampaikan hal itu saat menanggapi data yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Rabu (27/4/2016).
Dalam rapat terbatas terkait reklamasi Teluk Jakarta, Jokowi sempat menyebut bahwa seluruh Jakarta Utara akan berada di bawah permukaan laut pada 2030.
"Karena teori itu, masih berdebat. Ini karena ada teori yang mengatakan, dia akan turun, tetapi akan berhenti pada batas tertentu. Cuma, ada teori yang mengatakan, mungkin dia sampai 1 meter, kemudian dia akan berhenti. Namun, ada juga teori yang mengatakan enggak, akan terus," ujar Ahok di Balai Kota, Jumat (29/4/2016).
Meski menyebut bahwa prediksi mengenai tenggelamnya Jakarta Utara pada 2030 hanya teori, Ahok menyatakan, Pemerintah Provinsi DKI saat ini terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah penurunan muka tanah di Jakarta, salah satunya mempercepat agar peraturan pelarangan pengambilan air tanah dikeluarkan.
Langkah selanjutnya adalah membangun tanggul laut yang merupakan bagian dari proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Ia menyebut, yang saat ini sedang dilakukan adalah pembangunan tanggul A di sisi barat pesisir utara Jakarta. (Baca: Reklamasi 17 Pulau Terintegrasi dengan NCICD, Bagaimana Nasib Swasta?)
"Kita mau tes dulu tanggul A, sambil tanggul B dan C lagi dipelajari. Kita akan coba bangun dulu tanggul A dari situ, baru kita akan ukur tiap tahun turun berapa sentimeter," kata Ahok. (Baca: Jokowi Gaungkan Kembali NCICD, Kehidupan Nelayan Tetap Harus Diutamakan)
 

Terancam Tenggelam di 2030, Jakarta Tak Cuma Butuh Tanggul
Eduardo Simorangkir - detikFinance Sumber: https://finance.detik.com/infrastruktur/3760601/terancam-tenggelam-di-2030-jakarta-tak-cuma-butuh-tanggul on 12/27/2017 at 1:45pm (UTC)
 Jakarta - Wilayah Jakarta Utara dan sebagian wilayah Jakarta lainnya terancam tenggelam pada tahun 2030 mendatang. Hal tersebut disebabkan oleh permukaan tanah wilayah Jakarta yang terus turun setiap tahunnya lantaran air tanah yang terus diserap oleh warga sebagai sumber air bersih.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk mengatasi ancaman itu, pemerintah telah menginisiasi pembangunan tanggul pengaman pantai sepanjang 20 km sampai 2019 mendatang. Namun hal itu dirasa tak cukup untuk memitigasi resiko ancaman banjir di Jakarta di masa mendatang.

Permukaan tanah yang terus menurun lantaran pengambilan air tanah yang terus menerus menjadi penyebabnya. Mantan Menteri Keuangan itu bilang, pemerintah harus membangun penyediaan air bersih dan pengelolaan air limbah untuk menggantikan sumber air bersih warga Jakarta yang selama ini mengandalkan dari air tanah tadi.

"Karena meskipun tanggulnya sudah cukup tinggi, tapi ternyata tinggi air lautnya itu lebih tinggi lagi. Sehingga meskipun sudah ada tanggul, tetap airnya masuk. Kenapa bisa terjadi seperti itu, karena ternyata penurunan muka tanahnya benar-benar terjadi," katanya saat ditemui di lokasi pengerjaan tanggul pengaman pantai paket II di Kalibaru, Jakarta Utara, Jumat (8/12/2017).

"Sehingga kalau tahun 2030 tidak dilakukan apa-apa, maka Jakarta akan kena banjir dari dua arah. yang laut masuk, jadi hampir seluruh Jakarta Utara akan kena banjir laut, sedangkan yang daerah Jakarta yang lebih ke Selatan itu akan terkena banjir dari gunung," tambahnya.

Biaya investasi penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah sebagai sumber air bersih di Jakarta pun tak main-main, mencapai Rp 89 triliun hingga tahun 2050.

Maka, ke depan pembangunan sistem penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah di Jakarta harus segera dilakukan. Menjadi lebih miris ketika didapati fakta, bahwa Jakarta sebagai kota besar yang dihuni oleh belasan juta penduduk tidak memiliki sistem pengolahan air limbah.

"Kalau itu segera dibenahi, penurunan muka tanah agak bisa ditahan. Bukan disetop atau tidak bisa dibalikkan. Tapi yang penting, bisa diperlambat sehingga umur tanggul yang dibangun sekarang ini bisa dibangun lebih lama," pungkasnya.


(eds/zlf)
 

Penggunaan Air Tanah Berlebihan, Jakarta Bisa Tenggelam
Sumber: https://metro.tempo.co/read/894806/penggunaan-air-tanah-berlebihan-jakarta-bisa-tenggelam on 12/27/2017 at 1:13pm (UTC)
 TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan air tanah yang berlebihan di gedung-gedung bertingkat bisa menyebabkan Jakarta tenggelam. Saat ini, penurunan muka tanah terus terjadi. Beberapa ahli memang masih berdebat tentang penyebab terbesar penurunan itu: apakah karena penyedotan air ataukah formasi alami batuan.
Menekan penggunaan air tanah yang legal ataupun ilegal setidaknya menekan pula salah satu faktor penyebab terus amblesnya daratan Jakarta. Merazia sumur dan menaikkan tarif air tanah bisa menjadi cara menekan penyedotan air tanah.
Editorial Koran Tempo edisi Kamis, 27 Juli 2017, mengapresiasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan audit investigasi atas penggunaan air tanah oleh gedung-gedung di Jakarta. Penutupan paksa sumur ilegal dan penerapan sanksi administrasi terhadap para pelanggar penggunaan air tanah sudah seharusnya dilakukan mengikuti peraturan.
Masalahnya, pemerintah Jakarta harus memperhatikan kemampuan untuk menyediakan air bersih jika hendak mengurangi penyedotan air tanah. Tidak adil kalau pemerintah tak menyediakan opsi penggantinya, yakni menambah jaringan dan suplai air bersih lewat pipa.
 

Pemaduserasian Pengelolaan Sumber Daya Air (Pasca Pembatalan UU No 7 Tahun 2004)
IWASS on 12/27/2017 at 12:40pm (UTC)
 Indonesia Women Water SanitationandHygiene(IWWASH)Universitas Nasional kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang kali ini bekerjasama dengan JavaPRpada hari Senin, 16 November 2015,dengan judul kegiatanyaitu, “Pemaduserasian Pengelolaan Sumber Daya Air (Pasca Pembatalan UU No.7 tahun 2004)”, berlokasi di Grand Kemang Ruang Wiva 2, Jakarta Selatan.Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkiniterkait pengelolaan sumber daya air di Indonesia dan mengetahui proses kepastian hukum bagi pemegang izin pengambilan dan pengusahaan sumber daya air terutama pasca pembatalan UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).Undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap belum dapat menjamin pembatasan pengelolaan air oleh pihak swasta, sehingga dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Diharapkan melalui FGD ini, didapatkan informasi yang seimbang, setara dan rasional sehingga dapat menjadi masukan bagi pemangku kebijakan dalam merumuskan kebijakan tepat guna, yang berpijak pada solusi pengelolaan sumber daya air dan pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat Indonesia.
Terdapat 24 peserta FGD dari 16 instansi berbeda yang hadir dalam FGD ini, para narasumber dan peserta berasal dari berbagai latar belakang, baik akademisi, pemerintah, sektor swasta maupun LSM yang akan diberi pengetahuan tentang kondisi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Acara berlangsung dari pukul 13.00-16.00 WIB dan dimulai dengan presentasi awal dari IWWASH yang diwakili oleh Dr. NononSaribanonselaku Deputi Program IWWASH, kemudian dilanjutkan oleh Dr. Sigit H D Pdari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, KementerianPekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan dilanjutkan dengan pemaparan diskusi tentang pengelolaan dan penyediaan air minum dan dampak sosial, ekonomi, politik bersama para peserta FGD.
Dadang Surya dari Dewan Nasional WALHI, berpendapat bahwa peraturan harus lebih aktif, terutama untuk kontrak yang dilakukan oleh pemerintah swasta,harus diberlakukan hukum yang telah dilindungi dan jelas bagaimana pihak swasta itu dapat kita batasi kedepannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Agus Suprapto dariDitjen SDA bahwa kita harus berhati-hati dalam membuat satu rancangan undang-undang, peran swasta memang masih juga diperlukan, namun maksud dari MK adalah diberikan batasan-batasan bagi swasta sehingga jangan sampai swasta mendominasi investasi SDA.
Diskusi berkembang terkait isu-isu perizinan, dampak sosial, ekonomi, dan politik yang ditimbulkan dari persoalan pengelolaaan dan pengawasan SDA dan peran dari para pihak swasta, akademisi, LSM, terutama oleh Pemerintah dalam menanggapi dengan sikap tegas berupa undang-undang yang tegas dan tidak menyebabkan masalah pada akhirnya dikemudian hari didalam pengelolaan SDA.“Karena rakyat punya hak atas air sebagai anugerah.” Sebuah kalimat penutupdari Ibu Novi dari JavaPR selaku moderator FGD. (G/P)
Berikut adalah para peserta yang hadir dalam FGD:
Forum Lintas Asosiasi Pengguna Air (Rahmad Hidayat)
Dewan Nasional WALHI (Dadang Surya)
Ditjen Cipta Karya, Kementrian PUPR RI (Ir. Rina Agustin)
Climatologi IPB (YopiIlhamsyah)
Antropologi Universitas Indonesia (NanditaHardiniati)
Pengamat Hidrologi UI (Ahmad Munir)
Detara Foundation (Ika Satyasari)
Universitas Indonesia (Prof. Raldi Hendro Koestur)
Universitas Trisakti (Dr. Endrawati Fatimah, Wakil Dekan FALTI)
Hukum Lingkungan UNAS (Prof. Mochammadasikin, SH)
PSIL Universitas Indonesia (JosepPrihanto, Miftahudin, MasniDyta A,MSI.,Yayu S)
BPKT FTS UNAS ( VekkyRepi)
BPSDA, PURR (Agus Suprapto K, Sigit H D P)
IRESS (Marwan B)
LPPM UNAS (Dr. Nungki, Suprihatin, MSi)
IWWASH (Dr.NononSaribanon, Gugah Praharawati)
 

<-Back

 1 

Continue->

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free