| Tingkat Konsumsi Air Bersih di Indonesia Dibawah 50 Persen
Senin, 04 Agustus 2008 | 14:04 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Cakupan pelayanan air minum di Indonesia masih sangat rendah. Tingkat konsumsi masyarakat akan air bersih di wilayah perkotaan maupun pedesaan masih dibawah 50 persen dari jumlah masyarakat Indonesia.
”Secara nasional masih rendah,” ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat penandatanganan kesepakatan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan air minum di Kabupaten Tangerang, Senin (4/8).
Menurut Djoko, cakupan pelayanan air minum diwilayah perkotaan sekitar 45 persen, sementara wilayah pedesaan mencapai 9 persen. Untuk itu, kata Djoko, pemerintah mendorong peranan swasta untuk bisa menjangkau layanan air bersih disemua wilayah pelosok dinegeri ini. ”Perlu adanya kerjasama dengan pihak ketiga,” katanya.
Joniansyah
Tangerang Naikkan Tarif Air Curah Jakarta
Selasa, 08 Juli 2008 | 14:50 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Perusahaan Air Minum Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang berencana menaikan harga air curah yang dijual ke Daerah Khusus Ibu kota Jakarta melalui Pam Jaya.
"Masalah ini sudah lama dalam pembahasan, dan kenaikan akan segera menyusul," kata Anda Suhanda, juru bicara PDAM Tirta Kerta Raharja kepada Tempo dikantornya Selasa (8/7).
Sebelumnya, Maryoso Direktur Utama PDAM TKR menyatakan akan segera menaikan tarif air, termasuk air curah sebesar 20-30 persen. Tarif baru itu akan berlaku Oktober mendatang. "Untuk air curah yang diusulkan 30 persen, tapi itu belum final," katanya.
Selama ini PDAM TKR menjual air curah sebanyak 2.680 liter perdetik dengan harga yang tiap tahun mengalami kenaikan. "Kenaikan tiap tahun memang sudah kesepakatan," katanya. Saat ini DKI membeli air curah dengan harga Rp 1903 per meter kubik. Jika harga dinaikkan sebesar 30 persen harga akan naik menjadi Rp 2500 per meter kubik.
Joniansyah
32 Titik Sumber Air di Banyuwangi Menghilang
Senin, 09 Juni 2008 | 13:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Hingga awal 2008 Kabupaten Banyuwangi kehilangan 32 sumber air. Sumber air yang ada pun saat ini mengalami penurunan debit air sebesar 50 persen.
“Sumber air yang masih berfungsi tinggal 300 titik,” Ungkap Sunoto, Pelaksana tugas Kepala Bidang SUmber Daya Air Dinas Pengairan Banyuwangi pada TEMPO, Senin(09/06).
Sebagian besar, sumber air yang hilang berada di kawasan Banyuwangi selatan. Sunoto menjelaskan, hilangnya sumber air itu karena besarnya alih fungsi hutan di kawasan Banyuwangi Selatan dan penurunan muka air tanah. Kondisi ini menyebabkan 11 kecamatan dinyatakan sebagai daerah rawan air. Diantaranya Kecamatan Tegaldlimo, Bangorejo, Kalipuro, Kalibaru, Purwoharjo dan Glenmore.
Di 11 kecamatan ini rawan mengalami kekeringan saat memasuki musim kemarau. Para petani banyak memanfaatkan sumur bawah tanah. Sedangkan untuk mandi, cuci dan kakus 60 persen masyarakat Banyuwangi memanfaatkan sungai.
Kebutuhan air masyarakat Banyuwangi mencapai 7.650 Liter/detik, yang dimanfaatkan untuk irigasi, air minum penduduk dan industri. Untuk kebutuhan konsumsi sendiri mencapai 1.048 Liter/detik. “Kedepannya kami akan menata kelola air,” kata Sunoto.
Humas Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani Selatan, Asmadi membenarkan telah terjadi pengurangan kawasan hutan lindung di Banyuwangi sejak tahun 2000. Yakni 12,5 hektar untuk ganti rugi PT Sumber Yala, pembangunan waduk Watuneloso Pesanggaran sebesar 5,6 ha, dan alih fungsi untuk pemukiman warga Pancer seluas 29,4 hektar. Lahan gundul akibat pembalakan liar tahun 2007, kata Asmadi, mencapai 2 ribu hektar. “Tapi tahun 2008 sudah kita reboisasi” kata Asmadi.
Sementara menurut catatan Komunitas Pecinta Lingkungan (Kappala) menyebut alih fungsi hutan lindung seluas 3 hektar terjadi di wilayah Grajagan, Kecamatan Purwoharjo. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur juga menyebut lahan kritis hutan di Banyuwangi mencapai 37.697 hektar. IKA NINGTYAS
Pengelolaan Air Bersih di Tangerang Diserahkan ke Swasta
Jum'at, 23 Mei 2008 | 15:02 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:
Pemerintah Kabupaten Tangerang menyerahkan pengelolaan air bersih ke pihak swasta untuk mengelola air permukaan secara besar-besaran.
Cara ini ditempuh untuk mengurangi penggunaan air tanah secara besar-besaran oleh pelaku industri di Tangerang. "Kalau sudah ada sumber air bersih lain, industri dilarang menggunakan air bawah tanah," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang Didin Sachrudin, kepada Tempo, Jum'at (23/5).
Menurut Didin, untuk saat ini Kabupaten Tangerang belum memiliki aturan yang kuat untuk melarang dan memberikan sanksi kepada industri yang menggunakan air tanah sebagai bahan produksi.
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang pembinaan pengendalian dan pengawasan air bawah tanah dan permukaan, kata Didin, belum cukup untuk menjerat industri yang memakai air tanah. "Harus dibuat aturan baru lagi," katanya.
Lemahnya pengawasan menyebabkan penggunaan air bawah tanah oleh industri tidak terkendali. Catatan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, 90 persen dari 4.008 industri di wilayah itu menggunakan air bawah tanah melalui sumur bor.
Joniansyah
Proyek Air Mnum Tangerang Layak Dibiayai
Senin, 04 Agustus 2008 | 20:16 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:
Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, menilai proyek air minum Tangerang yang ditenderkan dalam bentuk kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) layak didanai perbankan. Sebab tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return proyek ini mencapai 18 persen.
Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Rahmat Karnadi, berharap investor sudah mendapatkan kredit pembiayaan kurang dari setahun pertama sejak penekenan kontrak. Proyek ini termasuk salah satu proyek prioritas pemerintah, sehingga harus diselesaikan paling lambat akhir 2009.
Dari proyek senilai Rp 520 miliar ini, perusahaan akan mengalirkan air minum dengan debit 950 liter per detik untuk 62 ribu sambungan rumah dan 318 unit sambungan industri. Pemerintah memberikan konsesi selama 25 tahun dan menetapkan tarif awal Rp 3.500 per meter kubik. "(Tarif) akan ditinjau dua tahun sekali mengikuti inflasi," kata Djoko.
RIEKA RAHADIANA
| | |
|